Selasa, 10 September 2013

PRAMUKA DAN KONSERVASI ALAM



Kurikulum 2013 diterapkan mulai bulan Juli 2013. Kurikulum 2013 memang belum akan dilaksanakan pada semua sekolah di Indonesia. Pada tahun pertama, kurikulum ini akan diimplementasikan pada 6.325 sekolah tersebar di seluruh propinsi dan 295 kabupaten/kota. Kandungan kurikulum ini serba berbentuk segitiga utuh. Segitiga yang pertama adalah tujuan pendidikannya yaitu meningkatkan pengetahuan, membentuk sikap yang positif serta meningkatkan keterampilan peserta didik. Segitiga yang kedua adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut melalui kegiatan kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler. Kegiatan kurikuler adalah kegiatan pembelajaran di dalam kelas; kegiatan ko-kurikuler adalah kegiatan pendukung kurikuler yang dikerjakan di luar kelas, seperti membuat makalah tugas, laporan praktik; sedangkan kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran, yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah. Kegiatan ekstra kurikuler ini dimaksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, menyalurkan bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan instruksional.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh,  dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 Pramuka adalah salah satu kegiatan yang diwajibkan dalam ekstra kurikuler. Pramuka diwajibkan karena dalam kegiatan ini anak-anak akan banyak mendapat instrumen tidak saja sikap tapi menumbuhkan cinta negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Logikanya melalui Pramuka, segitiga tujuan pendidikan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) akan mudah dicapai.

Saat ini semakin marak paradigma hidup ramah lingkungan, seperti “Go green”, “Back to nature”, di kalangan masyarakat, disamping adanya peningkatan minat untuk menanam pohon yang memiliki nilai ekonomi bagi penanamnya. Meluasnya paradigma ini menimbulkan kesadaran baru akan pentingnya kelestarian alam. Paradigma ini dapat membuat kegiatan Pramuka di bidang kehutanan menjadi menarik perhatian dan minat. Satuan Karya (Saka) Pramuka di bidang kehutanan yaitu Saka Wanabakti.
Ruang lingkup materi Saka Wanabakti meliputi pengelolaan hutan, pemeliharaan hutan dan sumber daya alam, penyelamatan hutan dan lingkungan hidup, dan pemanfaatan hasil hutan bagi masyarakat, tentunya tanpa meninggalkan materi-materi kepramukaan lainnya. 

Saka Wanabakti dapat menangkap peluang besar dari penerapan Kurikulum 2013 dalam melibatkan generasi muda yang bertanggungjawab terhadap pelestarian sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup (LH). Pramuka adalah satu program pendidikan untuk generasi muda. Generasi muda inilah yang kelak akan menentukan jalannya kehidupan dan pembangunan di Indonesia. Melalui Saka Wanabakti pula, Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan akan dapat diringankan bebannya dalam menjaga kelestarian SDA dan LH. Logikanya jika masyarakat Indonesia sadar akan kelestarian alam dan ikut aktif menjaganya, berarti beban-beban tugas (seperti penjagaan/perlindungan kawasan hutan, pengawetan plasma nutfah dan pemanfaatan yang lestari) yang diemban oleh Kementerian Kehutanan pun ikut berkurang. Sebagai contoh, kegiatan KMDM (Kecil Menanam Dewasa Memanen) merupakan pembelajaran bina cinta lingkungan dan keterampilan tanam menanam yang perlu ditanamkan sejak anak-anak berusia dini.  Kegiatan KMDM diharapkan akan dapat menumbuhkembangkan minat dan rasa cinta akan pohon, hutan dan alam lingkungan sekitar, disamping itu kelak individu tersebut akan dapat memetik manfaat dari hasil jerih payahnya yang berupa hasil panen dari pohon yang ditanamnya. Kegiatan KMDM ini dapat diterapkan bagi Pramuka anggota Saka Wanabakti mulai dari tingkat Penggalang (usia murid sekolah dasar). 

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi sekarang dan masa depan. Pencapaian tujuan pembangunan tersebut akan gagal jika tidak disiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan berorientasi masa depan (futuristik). Dengan melalui Saka Wanabakti, akan diperoleh SDM yang beragam profesi namun sadar dan ramah lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Saka Wanabakti perlu menyiapkan materi yang menarik, promosi dan sosialisasi yang menarik pula. Manusia pada umumnya berpikir praktis yaitu “Apa keuntungan saya jika saya mengikuti suatu kegiatan tertentu?”. Dengan landasan cara berpikir demikianlah, maka perlu dipersiapkan program-program yang menarik dan sesuai kondisi lokal peserta didik. Semakin menarik program Saka Wanabakti, semakin banyak generasi muda yang akan terlibat, semakin banyak pula pemuda penerus bangsa yang pro konservasi. Kembali lagi ke Pemerintah cq. Kementerian Kehutanan, akankah kegiatan Saka Wanabakti didukung sepenuhnya demi menjaga kelestarian alam Indonesia?

Selasa, 06 November 2012

PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN



Masyarakat miskin dunia banyak yang hidupnya bergantung pada alam, kadangkala mereka mengeksploitasi alam dengan cara yang tidak bijak membuat alam rusak. Kerusakan alam akan membuat mereka menjadi lebih menderita dan pilihan mata pencaharian mereka juga akan terus berkurang. Dalam menanggulangi degradasi lingkungan, salah satunya dapat dilakukan melalui pemanfaatan jasa lingkungan. Pengakuan terhadap jasa lingkungan bermakna ganda yaitu perlindungan lingkungan dan pemberantasan kemiskinan. Perubahan struktur pemberian insentif akan dapat mewujudkan perubahan perilaku supaya lebih kondusif bagi penyediaan jasa lingkungan yang dimungkinkan dengan adanya penegakan peraturan, pemberian imbalan yang seimbang, dan tekanan moral yang berjalan seiring. Pemanfaatan jasa lingkungan ini melalui pembayaran (imbalan) jasa lingkungan atau Payments for Environmental Services (PES).
Pembayaran jasa lingkungan merupakan transaksi sukarela untuk jasa lingkungan yang telah didefinisikan secara jelas (atau penggunaan lahan yang dapat menjamin jasa tersebut), dibeli oleh sedikit-dikitnya seorang pembeli jasa lingkungan dari sedikit-dikitnya seorang penyedia jasa lingkungan, jika dan hanya jika penyedia jasa lingkungan tersebut memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan menjamin penyediaan jasa lingkungan. Hal ini sesuai dengan lima kriteria menurut Wunder (2007) yang harus dipenuhi oleh rancangan pembayaran jasa lingkungan, yaitu:
(1)   Merupakan suatu transaksi sukarela;
(2)   Jasa lingkungan yang terdefinisikan dengan jelas untuk ditransaksikan;
(3)   Ada pembeli (minimal satu);
(4)   Ada penjual (minimal satu);
(5)   Jika dan hanya jika penjual (penyedia jasa) mengamankan ketentuan-ketentuan jasa secara terus menerus.
PJL dapat digambarkan dengan mengambil contoh perusahaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang membayar masyarakat di hulu di daerah aliran sungai (DAS)-nya untuk menjaga tutupan hutan. Pembayaran ini dapat membuat pengelolaan DAS lebih baik, sehingga DAS dapat menyediakan jasa lingkungan yang lebih baik dengan mengurangi erosi tanah dan mempertahankan kesinambungan penyediaan air. Dengan cara ini, biaya operasional untuk mengeruk bendungan berkurang, dan kemampuan untuk menghasilkan tenaga listrik pada musim kemarau bertambah.
Satu contoh program pembayaran jasa lingkungan di Indonesia adalah jasa lingkungan pemanfaatan air yang dilakukan oleh PT. Krakatau Tirta Industri (KTI).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu DAS penting di Provinsi Banten dengan luas 22.620 hektar (ha) yang berada di wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Dengan debit air rerata mencapai 2.000 liter/detik, DAS Cidanau memegang peranan penting dalam penyediaan sumber air baku untuk masyarakat dan industri Kota Cilegon, satu kawasan industri strategis tidak saja untuk Provinsi Banten tetapi juga untuk skala nasional. Dalam kawasan ini terdapat pula Cagar Alam Rawa Danau seluas 2.500 ha yang juga berfungsi sebagai reservoir DAS Cidanau dan merupakan hulu dari Sungai Cidanau, sungai utama DAS Cidanau yang bermuara di Selat Sunda. Dalam dua puluh tahun terakhir DAS Cidanau mengalami degradasi lingkungan yang tidak saja mengancam eksistensi Cagar Alam Rawa Danau, tetapi juga pada keberlanjutan ketersediaan dan kualitas air. Untuk mengatasi hal tersebut para pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau mencoba mengantisipasi berbagai permasalahan secara terintegrasi (integrated management) didasarkan pada konsep One river, one plan and one management. Prinsip pengelolaan didasarkan pada prinsip save it, study it and use it. Upaya para pihak dimulai dengan menyepakati pembentukan Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) dengan legalitas SK Gubernur Banten tertanggal 24 Mei 2002.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh FKDC untuk menahan laju deforestasi yang dilakukan oleh masyarakat di hulu DAS adalah dengan membangun hubungan hulu-hilir dengan mekanisme jasa lingkungan. Konsep dasar dari jasa lingkungan yang sedang dibangun dan dikembangkan adalah pengguna jasa lingkungan (buyer) membayar kepada produsen jasa lingkungan (seller/provider) atas jasa lingkungan yang digunakannya. Jenis jasa lingkungan DAS Cidanau yang dijadikan dasar hubungan hulu-hilir adalah sumber daya air (water resources), dimana pemanfaat air membayar kepada masyarakat yang memiliki peran dalam menjaga tata air DAS Cidanau. Transaksi jasa lingkungan itulah yang diharapkan dapat menahan deforestasi di lahan-lahan milik masyarakat (hutan rakyat), yang merupakan tutupan lahan dominan di DAS Cidanau, dengan tanpa menghilangkan penghasilan masyarakat hulu.
Dalam implementasi konsep hubungan hulu-hilir dengan mekanisme jasa lingkungan, PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) merupakan pioneer buyer jasa lingkungan DAS Cidanau, yang dengan sukarela (voluntary) membayar Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun dengan masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama lima tahun. Lokasi model masyarakat yang menerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman Kecamatan Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, dengan jumlah pembayaran sebesar Rp. 1.200.000,-/ha dengan masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama lima) tahun, sedangkan kawasan yang mendapat pembayaran jasa lingkungan masing-masing adalah seluas 25 ha. Lahan milik masyarakat yang berhak atas pembayaran jasa lingkungan adalah lahan yang ditanami pohon jenis kayu dan buah-buahan, dengan jumlah tidak kurang dari 500 batang. Selama dalam masa perjanjian masyarakat tidak boleh menebang tanaman yang masuk dalam skema jasa lingkungan. Apabila ada anggota kelompok yang melanggar ketentuan tersebut, maka seluruh anggota kelompok tidak akan menerima pembayaran jasa lingkungan yang sudah jatuh tempo. Seluruh proses implementasi dilakukan melalui negosiasi, baik dengan KTI maupun anggota kelompok di Desa Citaman dan Desa Cibojong. Hasil dari negosiasi tersebut dituangkan menjadi klausul-klausul dalam perjanjian pembayaran jasa lingkungan masing-masing pihak.
Empat jenis jasa lingkungan yang sudah dikenal oleh masyarakat global saat ini adalah:
(1)   jasa lingkungan tata air,
(2)   jasa lingkungan keanekaragaman hayati,
(3)   jasa lingkungan penyerapan karbon, dan
(4)   jasa lingkungan keindahan lanskap.
Namun demikian, program PJL yang banyak berhasil di Indonesia adalah yang terkait dengan jasa lingkungan tata air. Sedangkan jenis jasa lainnya belum banyak memberikan hasil yang nyata, contohnya jasa lingkungan penyerapan karbon, melalui program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation plus) yang belum dinikmati oleh masyarakat.
Salam lestari!

Kamis, 06 September 2012

JASA LINGKUNGAN


Apa yang disebut dengan jasa lingkungan? Demikianlah pertanyaan yang terbersit di pikiran penulis saat pertama kali diminta untuk menulis makalah untuk diklat guru. Setelah membaca dari berbagai sumber bacaan dan melakukan beberapa diskusi, akhirnya selesai sudah makalah tersebut ditulis. Saat dipresentasikan, ternyata istilah jasa lingkungan ini kurang dikenal oleh peserta didik. Hal ini berarti jasa lingkungan kurang tersosialisasikan oleh pemerintah. Penulis perlu ekstra upaya untuk menerangkan konsep jasa lingkungan kepada audiences, termasuk bongkar pasang file powerpoint,  akhirnya cukup berhasil untuk membuat audiences mengerti.      
Dari lingkungan alam, kita dapat memperoleh dua bentuk komoditas, yaitu:
(1)    Berbentuk barang (goods) yang merupakan ekstraksi dari alam, seperti kayu, rotan, berbagai jenis ikan dan biota air lainnya serta barang tambang.
(2)    Berbentuk jasa (services), yang disebut dengan jasa lingkungan, yaitu sesuatu yang bukan berbentuk material, merupakan keuntungan yang diperoleh dari alam non ekstraksi, seperti tata air, konservasi tanah, keindahan, kesejukan, dan lain-lain.
Komoditas-komoditas inilah yang dimanfaatkan oleh pemerintah dan masyarakat sebagai modal untuk membiayai pembangunan Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pemanfaatan sumberdaya alam dengan cara-cara yang melampaui potensi pemulihan alami akan menimbulkan masalah lingkungan hidup. Pada akhirnya akan hilang berbagai potensi-potensi alam (barang dan jasa), yang berarti mempengaruhi ketersediaan jasa lingkungan di masa mendatang. Jika terus berlanjut, aset lingkungan akan menurun tajam dan jasa lingkungan yang saat ini diperoleh cuma-cuma akan hilang atau menjadi mahal dalam jangka waktu dekat. Pada akhirnya, hal tersebut akan membahayakan kesejahteraan manusia.
Sebagai contoh, siklus hidrologi di daerah aliran sungai (DAS). Air hujan yang jatuh di daerah hulu sungai akan mengalir ke arah hilir, khususnya air yang masuk ke aliran sungai. Air hujan yang jatuh di tanah akan tertahan oleh perakaran pepohonan dan meresap ke dalam tanah dan kelak menjadi air tanah, sedangkan air yang tidak tertahan akan menjadi air larian (run off) yang kelak akan masuk ke aliran sungai. Dengan demikian, perakaran pepohonan mempunyai fungsi sebagai penahan (resapan) air hujan temporer (sementara) yang kemudian menjadi air tanah. Pepohonan di hutan mempunyai nilai ekonomi langsung atau kasat mata (tangible) yaitu kayunya atau buah-buahannya (goods). Disamping itu, pepohonan tersebut memiliki nilai ekonomi tidak langsung (intangible) yang berupa jasa lingkungan (services) yaitu peresap air dan juga penguat tanah agar tidak terjadi erosi dan longsor, jadi hutan yang memiliki tegakan pohon memiliki fungsi konservasi air dan konservasi tanah. Apabila hutan ditebang habis, maka fungsi konservasi air dan tanah yang merupakan jasa lingkungan inipun hilang.
Contoh lainnya adalah ekosistem terumbu karang. Indonesia memiliki terumbu karang terkaya di dunia, yaitu luasnya adalah 18% dari luas total dunia dan memiliki 18% dari keanekaragaman hayati terumbu karang dunia. Ekosistem terumbu karang adalah lokasi tujuan wisata selam. Wisata selam merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dan negara yang potensial. Wisata selam akan tetap eksis di suatu lokasi jika ekosistem terumbu karangnya terpelihara dan terjaga keberadaannya. Perusakan ekosistem terumbu karang banyak akibat perbuatan manusia seperti cara-cara penangkapan ikan karang yang destruktif (pemboman dan peracunan ikan), pengambilan karang untuk keperluan ornamen akuarium dan material konstruksi bangunan, pijakan penyelam dan tempat labuh jangkar perahu/kapal. Ekosistem yang rusak tidak akan menarik untuk wisata selam lagi, maka kerugian yang akan diperoleh. Dalam hal ini, kelestarian dan keelokan ekosistem terumbu karang menyediakan jasa lingkungan untuk wisata selam.       
Pemanfaatan jasa lingkungan adalah upaya pemanfaatan potensi jasa (baik berupa jasa penyediaan, jasa pengaturan, jasa budaya, maupun jasa pendukung) yang diberikan oleh fungsi ekosistem dengan tidak merusak dan tidak mengurangi fungsi pokok ekosistem tersebut. Dengan demikian, jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam, jasa perlindungan tata air (hidrologi), kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan dan keunikan alam, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset). Jasa lingkungan dihasilkan dari berbagai jenis penggunaan lahan (hutan atau pertanian), juga perairan baik air tawar (sungai, danau, rawa) maupun laut.
Jasa lingkungan dihasilkan dari perpaduan aset alami, kualitas manusia, kondisi sosial yang kondusif, serta modifikasi teknik. Sebagai contoh, jasa lingkungan tata air untuk keperluan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dipengaruhi oleh: 1) banyaknya curah hujan; 2) perilaku masyarakat di hulu; 3) kondisi sosial ekonomi masyarakat hulu yang mendukung penerapan praktek penggunaan lahan yang ramah lingkungan; dan 4) sistem penggelontoran air yang efisien. Jika jasa lingkungan tata air ini diabaikan, misal terjadi pendangkalan sungai akibat erosi di hulu sungai, maka PLTA tersebut harus membayar lebih banyak untuk mengeruk sungai agar terjaga keberlanjutan usahanya, yaitu air yang kontinyu mengalir sesuai kebutuhan PLTA tersebut. Peribahasa “Lebih baik mencegah daripada memperbaiki” ternyata memiliki dampak ekonomi dan lingkungan yang signifikan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa jasa lingkungan adalah suatu jasa yang memiliki nilai strategis dan ekonomi tinggi. Jadi bila diabaikan, pada akhirnya kita sendiri yang menderita atau merugi. Tulisan ini akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang Imbalan Jasa Lingkungan.   

Rabu, 16 Mei 2012

PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BAGI ANAK

Salah satu masalah lingkungan hidup yang harus kita hadapi adalah masalah kelestarian alam. Alam mengalami eksplotasi-lebih oleh manusia untuk berbagai kebutuhan sehingga mengalami kerusakan. Kerusakan alam akibat perilaku manusia telah terjadi bertahun-tahun, oleh karena itu perlu disiapkan generasi muda yang memahami dan mau serta mampu melakukan tindakan konservasi alam. Konservasi alam itu diperlukan demi kesejahteraan hidup mereka sendiri serta keturunan mereka saat kini dan masa mendatang. Salah satu tugas kita adalah mempersiapkan generasi muda konservasionis (conservasionist) melalui pendidikan lingkungan hidup dengan kekhususan konservasi alam atau pendidikan konservasi alam, karena kita perlu merubah kebiasaan manusia yang merusak alam menjadi manusia yang memanfaatkan alam secara lestari.  

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP 
Menurut Deklarasi Tbilisi, hasil konferensi UNESCO tahun 1977, pendidikan lingkungan hidup (PLH) adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan penduduk dunia yang sadar dan peduli akan lingkungan hidup dan masalah-masalah terkait dengannya, dan yang memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen dan ketrampilan untuk bekerja sendiri atau bekerjasama menyelesaikan masalah-masalah saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru. PLH ditujukan kepada semua orang, tidak pandang usia, gender, golongan, ras/suku bangsa, agama. Masa kanak-kanak adalah usia dimana sifat-sifat yang penting seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab, kebersihan, ketekunan, dan kerjasama dapat dibentuk dan diperkuat. Jika anak-anak sadar akan lingkungan hidup mereka dan dilengkapi oleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai, digabungkan dengan kecerdasan dan kemampuan komunikasi mereka, maka mereka dapat memainkan peran penting dalam mengkonservasi dan memelihara lingkungan. Bagi anak usia pra sekolah, pendidikan lingkungan haruslah sederhana, menyenangkan, dan terintegrasi terhadap kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mudah untuk mereka pahami. Pengalaman pertama adalah sesuatu yang penting bagi anak-anak untuk belajar dan memahami lingkungan hidup mereka dan ekosistemnya. Mereka harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan cara yang alami di dalam dan di luar sekolah untuk memperoleh pemahaman. Pada anak usia sekolah, pendidikan lingkungan harus memberikan aspek kognitif dan afektif sama baiknya dengan aspek psikomotor. Dalam pendidikan lingkungan, anak harus secara bertahap memperoleh pengalaman, pengetahuan, organisasi, disiplin dan kepercayaan diri melalui keterlibatan yang aktif dan efektif dengan dunia di sekitar mereka. Pendidikan di sekolah sangat strategis sebagai tempat untuk merencanakan dan melaksanakan pendidikan lingkungan hidup bermuatan nilai-nilai, pengetahuan dan pembiasaan perilaku tertentu yang positif dalam rangka memberikan kesadaran tentang pentingnya sikap dan perilaku untuk melestarikan lingkungannya. Proses PLH di sekolah secara intra dan ekstra-kurikuler dikemas sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan sosial peserta didik. Tantangannya adalah PLH sudah dijalankan di sekolah, tetapi di luar sekolah masih terus berlangsung proses yang berlawanan dengan PLH, hal ini akan membuat bingung si anak. PLH yang bertujuan pembentukan nilai-nilai, sikap dan perilaku positif akan berhasil jika hasil pendidikan ini telah mencapai kuantitas dan kualitas yang mampu mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengambil tindakan dan keputusan yang pro konservasi.  

PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM
Pendidikan Konservasi Alam (PKA) adalah bagian dari Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Landasan hukum pelaksanaan program PKA adalah Pasal 37 UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ayat (2), “Dalam mengembangkan peran serta rakyat …, Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan”.

a. Tujuan PKA Tujuan PKA berlandaskan UU No. 5/1990 dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah untuk mewujudkan individu yang memiliki keyakinan bahwa alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan semua ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia, individu tersebut juga memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dalam mengelola sumber daya alam dengan menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. PKA bagi anak bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang alam dan diri mereka, sehingga dapat membentuk sikap positif terhadap konservasi alam yaitu sikap yang pro-konservasi, sehingga mereka dapat melakukan tindakan yang menghindari terjadinya kerusakan alam dan pada akhirnya terjadi kelestarian alam.

b. Materi PKA Materi pelajaran dalam PKA adalah konservasi sumber daya alam (SDA) hayati dan ekosistemnya serta konservasi SDA non hayati. Kegiatan-kegiatan konservasi SDA meliputi perlindungan SDA, pengawetan SDA, dan pemanfaatan secara lestari SDA; dengan demikian materi PKA juga mencakup tiga kegiatan tersebut dengan segala permasalahannya. PKA membantu masyarakat dari berbagai umur untuk memahami dan mengapresiasi sumber daya alamnya dan belajar bagaimana untuk melestarikan sumber daya itu untuk generasi mendatang. Melalui pengalaman-pengalaman pendidikan yang terstruktur dan kegiatan-kegiatan ditujukan untuk kelompok-kelompok umur dan populasi yang berbeda, PKA memungkinkan masyarakat untuk menyadari bagaimana sumber daya alam dan ekosistem itu mempengaruhi satu sama lain dan bagaimana sumber daya itu dimanfaatkan secara bijaksana.

c. Metode pengajaran PKA PKA memiliki tujuan agar seseorang menjadi sadar bahwa ia adalah bagian dari alam, oleh karena itu perlu dilakukan dengan cara yang menarik dan langsung terkait dengan alam, disamping pengajaran tentang prinsip dan konsep tentang konservasi alam. Pendidikan lingkungan untuk anak, disamping menggunakan pendekatan eksperimen ilmiah dan metode audio-visual tradisional, harus mencakup beberapa cara yang tidak kentara untuk mempengaruhi karakter dan pemikiran mereka melalui kegiatan-kegiatan seperti menanam pohon dan bunga, membersihkan dan memperindah halaman sekolah dan kelas, dsbnya. Penggunaan metode pengajaran aktif seperti learning by doing dan learning by game yang dikombinasikan metode penyampaian materi adalah kombinasi metode yang menarik bagi anak-anak, karena merupakan suatu kelengkapan dari pencapaian tujuan pendidikan kognitif, afektif dan psikomotor.

d. Media pendidikan dalam PKA Untuk mencapai hasil yang optimal, diupayakan kegiatan belajar berlangsung dalam lingkungan yang sangat mirip dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan adanya kata alam dalam PKA tentu saja membutuhkan media pendidikan seperti taman, kebun, hutan, sekitar sungai, sekitar pantai, dsbnya. Metode pengajaran yang sesuai untuk ke luar lingkungan sekolah ini adalah metode karyawisata (fieldtrip). Penggunaan media luar kelas (outdoor) akan semakin mempermudah pemahaman anak tentang prinsip dan konsep serta contoh-contoh yang mereka terima sebelumnya saat pengajaran di dalam ruang (indoor), selain itu juga dapat membangkitkan minat anak didik untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu yang baru. Disamping itu, aktivitas di luar ruang kelas ini pun akan meningkatkan keterampilan psikomotor anak dalam melestarikan alam.

e. Evaluasi PKA Evaluasi yang cermat adalah kunci untuk memberikan program dan materi pendidikan konservasi yang berkualitas tinggi. Tanpa evaluasi, kita tidak dapat memahami apa yang diselesaikan, apa yang dapat ditingkatkan dan apa yang kita dapat lakukan di masa mendatang. Obyek evaluasi PKA sesuai dengan tujuan PKA adalah kemampuan kognitif anak tentang ekosistem dan konservasi alam, komponen sikap (afektif) terhadap konservasi alam dan keterampilan psikomotor anak dalam aktivitas terkait konservasi alam. Evaluasi PKA yang dapat dilakukan adalah dengan tes melalui aktivitas keseharian mereka seperti melalui pengamatan penanaman pohon di sekitar mereka, problem solving test tentang kerusakan alam atau tindakan pelestarian alam di sekitar mereka, dan sebagainya.

Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 13 UU Sisdiknas yaitu jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya pelaksanaan Pendidikan Konservasi Alam (PKA). Pihak-pihak yang terkait PKA adalah pemangku kepentingan (stakeholders) PKA yaitu pemerintah, organisasi-organisasi non pemerintah dan perorangan yang peduli termasuk para orangtua; mereka dapat dan mampu saling membantu, memperkaya dan melengkapi demi masa depan generasi muda Indonesia. Pada jalur pendidikan formal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari guru kepada siswanya sesuai jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Sedangkan pada jalur pendidikan nonformal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari pelatih atau instruktur kepada peserta didiknya. Pada jalur pendidikan informal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari orangtua kepada anaknya, dimana orangtua tersebut telah mendapat pendidikan dari jalur formal atau dari jalur nonformal. Dengan demikian, pada tiga jalur pendidikan ini terjadi interaksi yang saling melengkapi dan memperkaya, sehingga tujuan PKA pun dapat tercapai. Dalam hal ini diperlukan komitmen (good will) dari pemerintah untuk mendukung dan memperkuat pelaksanaan PKA ini. Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah berkomitmen untuk melaksanakan PKA?

ALAM TAKAMBANG JADI GURU

Filosofi Alam Takambang Jadi Guru adalah filosofi yang berasal dari kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat. Filosofi yang menarik buat penulis yang bukan orang Minang karena makna yang terkandung di dalamnya. Filosofi ini bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dan pengetahuan dalam hidup manusia berasal dari alam semesta. Suku Minangkabau adalah sukubangsa di Indonesia yang berprinsip ’Adat basandi syara (syariah, hukum Islam), syara basandi kitabullah (Al Qur’an)’, yang menunjukkan bahwa sukubangsa Minang sangat menjunjung ajaran (syariah) Islam sebagai sendi-sendi kehidupannya. Dengan demikian, filosofinya pun berlandaskan ayat-ayat Al Qur’an. Firman Allah SWT dalam QS. Lukman ayat 20,”Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin...”. Begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan fenomena-fenomena alam semesta secara garis besar, tinggal bagaimana manusia menafsirkannya dengan ilmu yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya, dan apa manfaat penafsiran tersebut bagi mereka, akan menambah kadar keimanannya atau sebaliknya, menambah kesombongan dan keingkarannya. Di bidang ekologi, dikenal siklus hidrologi. Secara garis besar siklus ini digambarkan sebagai berikut: air hujan jatuh di mana-mana di permukaan bumi ini. Sebagian besar air hujan tersebut kemudian tertahan untuk sementara di tempat jatuhnya semula di atas tanah, sebagian diisap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Sebagian lainnya mencari jalan ke tempat yang lebih rendah, dan akhirnya sampai ke sungai yang disebut air larian (run-off). Ada pula yang meresap ke dalam tanah, yang disebut air tanah. Sebagian dari air tanah maupun air larian akan kembali ke atmosfer melalui penguapan (evapotranspirasi) dan transpirasi tumbuh-tumbuhan. Air permukaan dan air yang ada pada makhluk hidup menguap menjadi awan, yang apabila terkena udara dingin akan mengembun dan turun menjadi hujan. Siklus ini berlangsung terus menerus. Air selalu berada dalam siklus hidrologi sehingga relatif jumlahnya tetap. Ayat-ayat Al Qur’an yang terkait peristiwa hujan antara lain: 1. QS. Ibrahim ayat 32,”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki bagimu...”. 2. An Nahl ayat 10,”Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.”. Ayat-ayat berisi tentang turunnya hujan dan kegunaannya bagi makhluk hidup dimaksudkan untuk difahami oleh manusia. Apakah manusia memperhatikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-harinya atau mengganggap fenomena alam adalah sesuatu yang lazim terjadi? Termasuk merugilah orang yang tidak memperhatikan fenomena alam dan mengkaitkannya dengan kebesaran Allah SWT serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Hikmah dari siklus hidrologi tersebut, salah satunya adalah semua mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan, air menguap menjadi uap air yang kemudian terbawa angin.....dst. Tidak mungkin air langsung naik ke langit kemudian langsung turun menjadi hujan, tanpa melalui proses penguapan. Salah satu contoh menarik lainnya adalah kisah Isaac Newton. Newton mendapatkan rumus tentang teori gravitasi dan sebuah apel yang jatuh dari pohon. Dikisahkan bahwa suatu hari Newton duduk dan belajar di bawah pohon apel. Suatu saat sebuah apel jatuh dari pohon tersebut. Dengan mengamati apel yang jatuh, Newton mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu kekuatan yang menarik apel tersebut jatuh ke bawah, dan kekuatan itu dikenal dengan nama gravitasi. Ini merupakan contoh bagaimana Newton belajar dan mendapat ide dari fenomena alam. Dapat dikatakan bahwa filosofi ”Alam takambang jadi guru” sebenarnya bukan filosofi kekhususan suku Minangkabau, tetapi merupakan filosofi umum yang seharusnya disadari oleh umat manusia, bahwa mereka sesungguhnya hanya menemukan (inventory) bukan menciptakan sesuatu. Dalam Al Qur’an banyak kalimat yang menyuruh manusia memikirkan makna dari fenomena alam yang ada di sekitarnya, kalimatnya antara lain berbunyi.”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”, seperti pada QS An Nahl ayat 11. Kalimatullah inilah yang sesuai dengan filosofi ”Alam takambang menjadi guru”. Tinggal manusia sajalah yang mampu menangkap pesan tersebut atau tidak. Wal Allahu ’alam...

Minggu, 12 Februari 2012

Pemisahan tema blog

Di tahun 2012 ini, saya memutuskan untuk memisahkan tema blog saya menjadi dua, yaitu (1) tema Alam Lestari yang dikhususkan tentang konservasi alam dan lingkungan hidup yang beralamatkan pada http://sri-murni.blogspot.com; dan (2) tema Gender dan Islam yang dikhususkan tentang gender, perempuan dan keluarga yang beralamatkan pada http://genderislam.blogspot.com. Tema-tema tersebut tetap dikaitkan dengan ajaran agama Islam yang rahmatan lil 'alamin. Pemisahan tema blog ini untuk mempermudah dan pemusatan (fokus)tema isi blog.
Saya memohon maaf jika ada yang tidak berkenan di hati pembaca. Kekeliruan, ketidaktelitian dan kesalahan adalah milik saya. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Bersama ini, saya ucapkan terima kasih atas perhatian pembaca.

Senin, 26 Desember 2011

HARI IBU BUKAN MOTHER’S DAY (Peran Media Massa)

Pada setiap tanggal 22 Desember bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Hari Ibu di Indonesia sebenarnya bukan Mother’s Day seperti yang umum dilaksanakan oleh bangsa barat, karena penetapan Hari Ibu tersebut berdasarkan sejarah pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia Pertama, yaitu tanggal 22 Desember 1928. Tanggal 22 Desember 1928telah dianggap sebagai tonggak keterlibatan perempuan untuk menuntut hak-hak sebagai perempuan di jaman penjajahan Belanda. Penetapan Hari Ibu merupakan hasil keputusan dalam Kongres Perempuan Indonesia V pada tahun 1938 yakni bahwa tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud dalam keputusan Kongres Perempuan Indonesia IV tahun 1935. Arti yang dimaksud Kongres tahun 1935 adalah perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”, yaitu agar ibu mendidik putra-putri untuk memiliki nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan.

Namun dengan perjalanan waktu, terjadi pergeseran makna dari peringatan tanggal 22 Desember tersebut, yang semula untuk memperingati gerakan perempuan Indonesia di sektor publik menjadi penghargaan peran ibu di sektor domestik. Bahkan Ibu Ani Yudhoyono di depan peserta Seminar Perempuan ASEAN tentang Kewirausahaan Ramah Lingkungan pada tanggal 16 November 2011 di Bali menegaskan bahwa makna Hari Ibu di Indonesia bertolakbelakang dengan Mother’s Day di negara-negara lain.

Pergeseran makna ini merupakan suatu kemunduran bagi kaum perempuan Indonesia, seolah-olah hanya peran dan status ibu saja yang paling penting bagi seorang perempuan, bukan sebagai individu perempuan. Istilah ibu yang digunakan dalam hal ini berarti status dari seorang perempuan yang mempunyai anak (mother), sehingga perempuan yang belum mempunyai anak belum dapat disebut seorang ibu, dan tidak semua perempuan dapat menjadi istri dan ibu. Padahal dalam Al Qur’an banyak disebut kata-kata seperti muslimah (perempuan muslim), mukminat (perempuan mukmin), shalihah (perempuan saleh) dsb-nya, kata-kata tersebut merupakan pengakuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap manusia berjenis kelamin perempuan.

Pihak yang paling berperan dalam mengubah opini publik ini adalah media massa. Media massa baik cetak maupun elektronik gencar menghadirkan berita maupun opini yang mencitrakan bahwa Hari Ibu di Indonesia adalah sama dengan Mother’s Day di mancanegara. Contohnya dalam acara-acara televisi, selalu ada ucapan-ucapan terima kasih atau berbagai bentuk perhatian dari seorang anak kepada ibu kandungnya. Penggiringan opini oleh media massa ini seolah-olah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak berani dan siap tampil beda dengan negara-negara maju lainya, seolah-olah dengan perilaku yang sama berarti bangsa Indonesia termasuk negara maju pula. Padahal dari segi kesetaraan gender, bangsa Indonesia dapat digolongkan lebih maju dari negara-negara lain di dunia. Peringatan Hari Ibu termasuk pengakuan bahwa perempuan Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan (antara tahun 1928-1938) sudah mampu beraktivitas dan berorganisasi di ranah publik, bukan sekedar beraktivitas di ranah domestik sebagai istri dan ibu saja. Sudah sewajarnya kaum perempuan Indonesia saat ini bangga dengan prestasi tersebut dan selalu berjuang untuk meneruskan program-program dari Kongres Perempuan yang belum selesai. Program-program tersebut antara lain penjualan perempuan (trackfikking), kekerasan dalam rumahtangga (KDRT), pernikahan siri (tanpa pencatatan hukum negara). Mari kita kembalikan Hari Ibu ke tujuan awalnya yaitu menjadi Ibu Bangsa yang ikut berperan mendidik generasi muda yang patriotis dan nasionalis, karena bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah dengan kepribadian generasi muda yang non nasionalis dan kurang peduli kepada perkembangan negara dan bangsa Indonesia.
Merdeka!!