Selasa, 02 Desember 2008

WAKAF TUNAI  REKSADANA

Pertama-tama, kita mengingat kembali definisi wakaf tunai yaitu wakaf yang dilakukan seseorang/kelompok orang/lembaga/badan hukum dalam bentuk uang tunai (lihat tulisan “Wakaf, jangan ditunda lagi”). Uang tunai ini akan dikumpulkan dan dikelola oleh badan wakaf, untuk usaha yang produktif sehingga dapat berkembang lebih besar, dimana modal awal tidak akan terganggu jumlahnya dan yang akan dimanfaatkan lebih lanjut adalah keuntungan dari pengelolaan wakaf tersebut. Pengelola wakaf ini adalah nazhir.

Apa itu reksadana? Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Dana ini akan dikelola oleh manajer investasi. Reksadana yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah ada yang syar’i, yang disebut Reksadana Syariah, reksadana ini sudah dijamin kehalalannya oleh Dewan Syariah Nasional bagian dari MUI.

Mengapa wakaf tunai analog dengan reksadana? Perbedaan dari keduanya, wakaf tunai adalah investasi seorang muslim untuk akhirat; sedangkan reksadana adalah investasi dunia. Persamaannya adalah menyangkut jumlah dana yang tidak harus besar. Dana-dana tersebut harus dikelola manajer investasi (untuk reksadana) atau nazhir (untuk wakaf) agar menghasilkan keuntungan.

Seorang muslim dapat melakukan memiliki keduanya. Investasi itu perlu karena dalam kehidupan ini tidak ada yang pasti, yang pasti dalam hidup adalah kematian bagi semua yang bernyawa. Wal Allahu ‘alam.

ZAKAT DITINJAU DARI PRINSIP ALAM

Beberapa waktu lalu, seorang kawan bercerita bahwa ia berinvestasi dalam bentuk logam mulia (emas). Pendengar lain berkomentar, jika harus bayar zakat berarti rugi dong, jumlah hartanya berkurang, karena terpotong oleh zakat 2,5%. Zakat maal (harta) wajib dibayarkan jika dalam waktu pemilikan (haul) 1 tahun sudah melampaui batas minimum pemilikan (nishab) 85 gr emas murni sebesar 2,5% dari nilai tersebut. Contoh: X memiliki emas murni seberat 100 gr. Setelah setahun, X bayar zakat maal 2,5%, jadi yang tersisa adalah = 100 gr – (2,5%x100 gr) = 97,5 gr. Memang pemikiran yang matematis bagi pendengar tsb. Tetapi pendengar tsb lupa, hidup ini tidak selalu matematis dan pasti. Dalam urusan ibadah, untuk ketaatan kepada Allah SWT, Allah SWT adalah Maha Pembalas. Allah SWT tidak tidur dan tidak lalai.

Dalam siklus hidup, kita dapat belajar dari tumbuhan. Contoh: perlakuan terhadap pohon buah-buahan agar panen buah banyak adalah dengan melakukan pemangkasan sebagian daun dan rantingnya (bahkan bunga calon buah), juga pada saat penanaman awal sering dilakukan penjarangan tanaman yang tumbuh. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengurangi persaingan mendapatkan zat hara (makanan) dari tanah dan sinar matahari, akibatnya kondisi tumbuhan tersebut tidak memburuk, malah tumbuh dengan subur, dan menghasilkan buah yang lebih banyak dan lebih baik/bagus mutunya.

Ini pula yang terjadi jika kita membayar zakat yang sudah diwajibkan, untuk membersihkan diri harta yang kita miliki dari yang bukan hak kita. Laksana mengurangi pesaing di zat hara dan sinar matahari dalam dunia tumbuhan, zakat ini untuk juga mengurangi atau menghilangkan sifat kikir manusia. Jika kekikiran ini dapat dikurangi, ternyata ber-zakat ini menimbulkan rasa ber-syukur (ber-terimakasih) sehingga seseorang lebih pasrah akan hasil usahanya yang berarti mengurangi stres, dan ternyata juga mendapatkan balasan dari Allah SWT, berupa penambahan jumlah hartanya dan rizki lainnya (berupa kesehatan jasmani dan rohani) yang sering tidak diperhitungkan orang. Pada kenyataannya, seorang muslim yang membayarkan zakat maal dari harta halalnya setiap tahun jarang yang menjadi bangkrut/pailit. Wal Allahu ‘alam.