Selasa, 22 Desember 2009

SIRAH NABAWIYAH 3 tentang Nabi sebagai arsitek kota Madinah

Tulisan ini merupakan sedikit cuplikan dari tulisan Prof.Dr. Husein Mu’nis yang berjudul “Al-Sirah Al-Nabawiyah. Upaya reformasi sejarah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w” yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Adigna Media Utama. Jakarta, tahun terbit cetakan pertama adalah 1999. Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan Sirah Nabawiyah 2 tentang Nabi sebagai agen perubahan.

Muhammad s.a.w membangun kota Madinah sebagai satu kesatuan negeri yang terdiri dari oase-oase yang selama bertahun-tahun saling berjauhan dan penduduknya saling bermusuhan. Oleh karena yang menjadikan Madinah sebagai ‘kota’ adalah Rasulullah maka dinamakan Madinatu-rasulillah atas jasa-jasa dan jerih payah beliau mengalihkan gugusan bukit-bukit Madinah menjadi pusat kegiatan sosio-kultural, sosio-politik dan militer.

Mula-mula Rasulullah mendirikan Masjid yang berfungsi ganda; sebagai tempat ibadah dan juga sebagai pusat kegiatan politik. Salah satu sudut masjid dijadikan sebagai kediaman beliau.

Rasulullah memandang perlu dibangun jalan yang menghubungkan masjid dengan Bukit Sal’a di sebelah barat dan terealisasi dengan baik. Beliau tidak sekedar memerintah pembangunan tersebut tetapi beliau juga ikut bekerja.

Di sebelah timur terdapat sebidang tanah kosong yang ditumbuhi rerumputan berduri. Setelah diratakan, Rasulullah menjadikan lahan tersebut menjadi tempat pemakaman umum. Kemudian dibangun jalan yang menghubungkannya dengan masjid. Dengan demikian telah terbangun dua jalan utama yang memanjang dari timur ke barat.

Selanjutnya dibangun lagi jalan utama yang menghubungkan Quba di sebelah selatan dan oase Suneh di sebelah utara. Tatkala penduduk membangun rumah di sepanjang dua sisi jalan-jalan utama tersebut, Madinah mulai menampakkan diri sebagai suatu kota yang tertata rapih.

Dalam perjanjian sebelumnya disepakati bahwa Rasulullah berhak sepenuhnya atas setiap tanah kosong di Madinah. Oleh karena itu, beliau membagi-bagikan tanah kepada sahabat yang membutuhkan dengan syarat harus membangun rumah atau menggarapnya sebagai lahan pertanian atau peternakan. Dengan mengfungsionalkan tanah-tanah kosong, maka antara satu oase dengan lainnya sudah saling bersambung.

Rasulullah menghargai tata kota yang baik. Ketika nyata bahwa salah satu jalan utama melintasi telaga Muzainab dan menghambat kelancaran lalu lintas Madinah, maka beliau memerintahkan pembangunan jembatan di atasnya.

Rasulullah menyenangi kebersihan. Beliau tidak segan untuk turun tangan membersihkan lingkungannya dari kotoran dan sampah. Kediaman Rasulullah sendiri adalah lambang kebersihan. Komentar beliau,”Beginilah cara hidup muslim yang sejati. Jangan biarkan kotoran bertebaran di sekitarmu”.

Dalam masyarakat Madinah tidak dibenarkan ada pengangguran. Rasulullah sangat tidak senang kepada orang-orang pemalas bahkan benci kepada pengemis kecuali jika benar-benar tidak mampu bekerja karena cacat tubuh. Beliau menpersyaratkan agar para pengemis tidak berseliweran di tempat-tempat umum, biar masyarakatlah yang mengantarkan makanan kepada mereka.

Komentar penulis
Saat saya mengunjungi kota Madinah, saya mengakui kerapian tata kota tersebut, apalagi dibandingkan dengan kota Makkah. Saya salut kepada Rasulullah s.a.w yang telah meletakkan dasar-dasar tata kota yang teratur dan saya pun mengakui kejeniusan beliau sebagai seorang manusia dalam konteks pembangunan perkotaan.
Wal Allahu ‘alam.

SIRAH NABAWIYAH 2 tentang Nabi sebagai agen perubahan

Tulisan ini merupakan sedikit cuplikan dari tulisan Prof.Dr. Husein Mu’nis yang berjudul “Al-Sirah Al-Nabawiyah. Upaya reformasi sejarah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w” yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Adigna Media Utama. Jakarta, tahun terbit cetakan pertama adalah 1999. Tulisan ini sambungan dari Sirah Nabawiyah 1 tentang kepribadian Nabi.

Saat Rasulullah hijrah ke kota Madinah, masyarakatnya masih saling bermusuhan antara saru golongan dengan lainnya. Tugas pertama yang dilakukan Rasulullah adalah mempersatukan mereka berdasarkan persaudaraan dan persahabatan di bawah naungan Islam dan demi tercapainya suatu tujuan yang sangat mulia, yaitu tersebarnya dakwah Islam di kalangan segenap umat manusia dan untuk sepanjang masa.

Rasulullah membangun peradaban Madinah dengan dasar-dasar moral Islam dalam bergaul dan bermasyarakat serta dengan sistim syura (permusyawaratan) dalam urusan politik. Sebelum meletakkan dasar-dasar syura, beliau memantapkan persatuan dan persaudaraan antara muhajirin (pendatang) dan al anshar (penduduk asli) yang saling mencintai. Untuk pertama kalinya, bangsa Arab mengenal adanya suatu ikatan persaudaraan tanpa hubungan kerabat.

Setelah akar persaudaraan sudah mantap berakar dalam diri individu, maka diproklamirkanlah Al Shahifah (Piagam Madinah), suatu undang-undang dasar untuk mengatur kehidupan sosial-politik Madinah baik ke dalam maupun ke luar. Piagam ini merupakan hasil perundingan dan permusyawaratan antara semua pihak, kaum muhajirin, al anshar dan suku-suku lainnya. Keseluruhan materi piagam tersebut merupakan nilai-nilai Al Qur’an yang menjelma menjadi kepribadian umat menggantikan kepribadian jahiliyah. Keseluruhan nilai-nilai Al Qur’an telah dipraktekkan dan dicontohkan serta dijelaskan oleh Rasulullah, itulah yang kita namakan Sunnah Rasul.

Kepemimpinan Muhammad s.a.w berdasar kepada tiga azas, yaitu: akidah, syari’at dan moralitas Islam. Berkat kepemimpinan beliau dengan sistim syura dan sistim pendidikan dengan ketauladanan yang baik, telah berhasil menghidupkan dan membangkitkan kesadaran positif manusia yang merupakan dasar bagi bangunan suatu umat yang kokoh.

Yang menyebabkan kesadaran tersebut lahir dan hidup adalah kenyataan bahwa dengan menerapkan nilai-nilai Islam mereka memperoleh ketenangan, stabilitas, keamanan jiwa dan harta serta kehormatan masing-masing, sehingga memperjuangkan Islam berarti memperjuangkan suatu sistim yang menjamin kepentingan mereka sendiri. Kesadaran keislaman yang tinggi hanya dapat ditumbuh-kembangkan dengan membersihkan jiwa dan menjernihkan hati nurani, dan hal itu merupakan titik sentral ajaran dan pesan-pesan Al Qur’an.
Keberhasilan Rasulullah melakukan transformasi sosial yang hebat dan menakjubkan itu sangat ditentukan oleh rencana kerja yang sistimatis yang diperkuat dengan kader-kader pendukung dan penyebar misi yang berkualitas tinggi sehingga mereka menjadi basis perjuangan yang mampu merealisasikan pesan-pesan dan ketentuan Allah dengan tepat waktu dan penuh konsekwen.
Wal Allahu ‘alam.

Senin, 21 Desember 2009

SIRAH NABAWIYAH 1 tentang kepribadian Nabi

Tulisan ini merupakan sedikit cuplikan dari tulisan Prof.Dr. Husein Mu’nis yang berjudul “Al-Sirah Al-Nabawiyah. Upaya reformasi sejarah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w” yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Adigna Media Utama. Jakarta, tahun terbit cetakan pertama adalah 1999.

Memang buku tersebut terbitan 10 tahun yang lalu, kebetulan saya baru sempat baca saat menjalankan ibadah haji di tahun 2009 ini, mulai dari Madinah hingga ke Makkah. Membaca buku sirah nabawiyah di lokasi kejadian tersebut menambah pemahaman tertentu terkait dengan emosi yang terbawa. Buku ini menarik bagi saya karena kupasannya menceritakan tentang kepribadian dan kompetensi Nabi Muhammad s.a.w. Oleh karena itu, setelah saya selesai membaca buku tersebut di Makkah, saya bertekad untuk mencuplik bagian-bagian tertentu yang menunjukkan kehebatan seorang manusia rasul yang bernama Muhammad.

Mengapa disebut manusia rasul? Beliau adalah seorang manusia biasa yang memiliki kualitas prima berupa kecerdasan, kesehatan jasmani dan rohani serta akhlak yang terjaga; sedangkan sebagai rasul, beliau mendapat wahyu dari Allah SWT untuk menyampaikan agama tauhid, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

Mengapa kita, kaum muslimin, harus membaca sirah? Sirah adalah wahana pendidikan. Kita mempelajarinya dengan tujuan supaya dapat mengikuti jejak Rasulullah dalam akhlak dan perilaku, dalam bersikap dan bertindak. Beliau sebagai suri tauladan dengan sengaja diperhadapkan kepada berbagai tantangan, cobaan dan perlakuan yang menyakitkan agar setiap pengikutnya menyadari bahwa semua itu adalah bagian dari perjuangan hidup setiap muslim yang jujur memperjuangkan agama. Dalam perjuangan diperlukan akhlak yang tinggi, perilaku yang sehat serta tindakan yang arif. Sunnah rasul ialah segenap jejak Rasulullah; baik ungkapan, perbuatan maupun ketentuan-ketentuannya.

Menurut Mu’nis, adalah tetap bahwa Allah menjamin keberhasilan risalah-Nya, namun Dia mempercayakannya kepada Muhammad dan membiarkannya mengarungi perjuangan di dunia manusia dengan cara-cara manusiawi. Beliau mengajarkan bagaimana memelihara prinsip agar tidak tergoyahkan oleh tantangan apapun, bagaimana menghadapi lawan dengan sikap sabar, tabah dan penuh lapang dada dan bagaimana meyakinkan orang-orang secara persuasif dengan argumentasi yang tepat serta bagaimana menghadapi tantangan dengan semangat iman yang dalam dan hati yang teguh.

Mu’nis menuliskan bahwa sudah menjadi takdir Allah umat Islam akan menghadapi tantangan dan kondisi yang pada esensinya sama dengan yang dihadapi dan dialami Rasulullah. Untuk itu keteladanan Rasulullah akan merupakan modal dasar bagi kesuksesan perjuangan umat Islam. Umat Islam akan berjuang tanpa menggunakan kekerasan, tetapi dengan perdamaian, pengajaran yang berbudi dan tauladan yang baik. Kekerasan hanya dapat dipergunakan jika menghadapi lawan yang sengaja menabur rintangan bagi sampainya pesan-pesan Islam kepada setiap orang.

Kepribadian dan perilaku Rasulullah s.a.w ini memang telah ditentukan sebagai contoh untuk umat Islam sesuai firman Allah SWT di surat Al Ahzab (33) ayat 21 yang artinya sebagai berikut,”Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.
Wal Allahu ‘alam.

PEREMPUAN SEBAGAI PERHIASAN

Arti dari ayat 18 Q.S. Az Zukhruf:”Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan sebagai perhiasan sedang dia tidak mampu memberi alasan yang tegas dan jelas dalam pertengkaran”. Keterangan (footnote)-nya bahwa ayat ini menggambarkan keadaan perempuan Arab pada waktu Al Qur’an ini diturunkan. Mereka tidak diberi kesempatan dalam pendidikan, sehingga kurang kecerdasannya dan hanya dijadikan perhiasan saja. Perempuan tidak mempu bersikap tegas, garang, dan jelas menyampaikan kehendaknya untuk memperoleh kemenangan.

Saat saya membaca ayat tersebut, saya tertegun karena perihal perempuan sebagai perhiasan itu tidak saja ada pada zaman Nabi, tetapi sekarang pun masih ada praktek tersebut. Perempuan tersebut hanya dijadikan alat atau obyek untuk mencari kekayaan atau kekuasaan oleh orangtuanya atau kerabat lelakinya. Mereka hanya dididik untuk bersolek, bersikap memikat hati lelaki dan penurut karena tidak punya kemampuan untuk bersikap. Sikap yang telah ditanamkan itu adalah sikap materialisme; kekayaan harta adalah sesuatu yang penting. Dengan kekayaan harta, maka martabat keluarga pun meningkat, prestise dan gengsi pun meningkat.

Kebalikan dari zaman Nabi, di mana kelahiran anak lelaki sangat diharapkan, sedangkan kelahiran anak perempuan bagaikan aib. Tempat di mana perempuan menjadi hiasan tersebut, kelahiran anak perempuan bagaikan berkah, sedangkan kelahiran anak lelaki merupakan beban bagi keluarga. Semua itu disebabkan prinsip materialisme yang mereka anut, yaitu anak perempuan dapat menjadi aset untuk memperoleh kekayaan, sedangkan anak lelaki tidak dapat menjadi aset, harus dibiayai untuk hidup dan belum tentu mendatangkan kekayaan.

Solusi yang dari keadaan yang tidak Islami ini adalah dengan (1) mengubah secara perlahan paradigma (cara berfikir) materialisme tersebut, melalui pendidikan informal berupa pendekatan personal. Pelaku atau agen perubahan tersebut dapat berprofesi sebagai guru agama atau guru lainnya, aparat pemerintah atau masyarakat yang peduli terhadap masalah sosial. Selain itu, juga melalui (2) peningkatan peluang kerja guna meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pendidikan formal dan non formal berupa kursus ketrampilan. Semakin cerdas dan trampil seseorang maka mereka pun mampu mengubah nasib mereka sendiri.

Kita harus ingat kepada firman Allah Q.S. Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Ini menunjukkan bahwa manusia itu pada umumnya cerdas, hanya aktif (rajin) atau malas untuk berinisiatif, berupaya dan berkreasi untuk mengubah dirinya sendiri.
Wal Allahu ‘alam.

Sabtu, 12 Desember 2009

SITI HAJAR r.a.

Alhamdulillah, sehari setelah kami kembali dari ibadah haji 1430 H, saya membaca artikel di Tabloid REPUBLIKA Dialog Jumat, 4 Desember 2009 yang berjudul “Siti Hajar dan Spirit Berkorban Muslimah”. Artikel tersebut menarik perhatian saya, mengingat saat saya melaksanakan Sa’i, yaitu perjalanan bolak-balik antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah 7 kali masing-masing 800 m, saya merasa perjuangan Siti Hajar r.a saat itu luar biasa demi mencari air minum bagi buah hatinya yaitu Ismail, padahal di bawah teriknya panas matahari.

Sa’i merupakan salah satu rukun dari ibadah Haji dan Umrah, tanpa melaksanakan Sai maka Haji dan Umrah-nya tidak sah. Perintah melaksanakan Sai ini tercantum dalam ayat 158 Surat Al Baqarah yang artinya:”Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syi’ar (agama Allah). Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui”. Ayat ini dibaca saat kita akan memulai pertama kali Sa’i di Bukit Shafa.

Kembali lagi kepada Siti Hajar r.a. Beliau adalah seorang istri dan ibu yang ditinggalkan oleh suaminya, Nabi Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT. Hal ini sudah merupakan keputusan Allah SWT yang pasti ada hikmahnya, sebagai umat beriman maka perintah-Nya wajib dilaksanakan. Siti Hajar r.a seorang diri menghidupi dan mendidik anaknya Ismail yang kelak menjadi seorang nabi seperti ayahnya. Karakter Nabi Ismail a.s sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an adalah seorang (nabi) yang sabar (Surat Al Anbiya ayat 85) dan seorang yang tergolong paling baik (Surat Shad ayat 48). Kepribadian Nabi Ismail a.s terbentuk, selain dari hidayah Allah SWT, juga tak lepas dari hasil didikan ibunda yang bertakwa kepada Allah SWT dan tempaan keadaan yang ditinggalkan oleh sang ayah di tempat yang tergolong terpencil dan keras, yaitu di padang pasir yang gersang dan tandus. Saya dapat membayangkan kondisi tersebut setelah saya berada di sana, apalagi jika dibandingkan dengan tanah air kita yang hijau. Apapun juga Allah SWT tidak akan meninggalkan umatnya yang bertakwa seorang diri, inilah yang diyakini oleh Siti Hajar r.a.

Saat masih muda pun sifat sabar dan tawakalnya Nabi Ismail a.s sudah teruji dengan peristiwa berkurbannya beliau untuk disembelih oleh ayahandanya Nabi Ibrahim a.s sebagaimana tercantum dalam QS. As Shaffaat: 102: ”Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim as) berkata, “"Hai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail as) menjawab, “Hai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

Saat penyembelihan itu akan dilaksanakan, iblis mengganggu iman tiga insan tersebut agar tidak melaksanakan perintah Allah, ketiganya pun melemparkan batu kerikil kepada iblis tersebut untuk mengusirnya, yang kemudian menjadi bentuk ibadah Lontar jumrah yang dilaksanakan pada saat ibadah haji.

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia “ (QS. Al-Mumtahanah: 4). Ada tiga peristiwa yang terkait keluarga Nabi Ibrahim a.s, Nabi Ismail a.s dan Siti Hajar r.a yaitu: Sa’i, lontar jumrah dan kurban, yang memiliki tingkatan hukum (berurutan) rukun haji dan umrah, wajib haji dan sunnah. Kesuritauladanan itu berupa ketakwaan mereka terhadap perintah Allah SWT, yang kita kenal dengan “Sami’na wa atha’na” (Kami mendengar dan kami taat). Kepada Nabi Ibrahim a.s dan keluarganya, kita pun membacakan shalawat, setelah shalawat bagi Nabi Muhammad s.a.w, di bacaan tasyahud ‘akhir pada setiap kita shalat.

Kesimpulan dari tulisan tentang Siti Hajar r.a ini adalah seorang ibu adalah pendidik pertama dalam keluarga. Seorang ibu yang bertakwa dan ulet akan menghasilkan anak yang bertakwa dan ulet pula, karena anak menjadi orangtuanya sebagai contoh pertama dalam hidupnya. Siti Hajar pun tergolong sabar karena menerima semua keputusan Allah SWT, mulai dari ditinggal oleh suami di tempat terpencil hingga harus menghidupi serta mendidik anaknya seorang diri. Oleh karena itu, adalah suatu wajar jika anaknya, Ismail a.s menjadi seorang yang sabar.

Catatan tambahan:

1. Saya menulis nama Siti Hajar r.a yaitu radhiallahu ‘anha (semoga Allah SWT ridho kepadanya) mungkin sesuatu yang tidak umum. Alasan saya adalah Siti Hajar termasuk seorang yang bertakwa kepada Allah SWT dan di kemudian hari tindakannya pun jadi salah satu rukun dalam ibadah haji dan umrah yang merupakan salah satu rukun Islam, Jadi adalah suatu kewajaran jika saya mendoakan beliau sedemikian rupa dengan alasan ketakwaan beliau yang melahirkan anak yang bertakwa dan berkualitas.

2. Saya terusik dengan pendapat seseorang muslim (mungkin juga orang-orang lain yang terpengaruh oleh pemikiran non Islam) yang menyatakan bahwa yang akan disembelih itu dapat Ismail a.s juga dapat Ishaq a.s. Bila seseorang menyangsikan siapa sesungguhnya yang menjadi ‘kurban’ dalam perintah Allah SWT tersebut, antara Ismail a.s dan Ishaq a.s, silahkan membaca secara lengkap surat As Shaffaat ayat 102 tentang tanya-jawab bapak dan anak (Ibrahim a.s dan Ismail a.s) sampai ayat 112 tentang rahmat Allah berupa kelahiran Ishaq a.s., yaitu adanya peristiwa pertama yaitu peristiwa kurban, yang dilanjutkan dengan peristiwa kedua yaitu kelahiran Ishaq; tak mungkin ada pengurbanan seseorang jika yang akan dikurbankan belum lahir. Kronologis suatu peristiwa sudah jelas, isi/makna dapat tersurat juga dapat tersirat. Bagi saya, Al Qur’an adalah sebuah kitab yang benar dan ilmiah bagi orang yang bersedia membaca dengan hati dan rasional ('ainul yaqin), sebagaimana firman Allah SWT di surat Al Kahfi ayat 1 yang artinya "Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok" (keterangan: tidak ada dalam Al Qur'an makna yang berlawanan dan tidak ada penyimpangan dari kebenaran).

Wal Allahu ‘alam.

Minggu, 23 Agustus 2009

Definisi konservasi alam

Definisi konservasi sumberdaya alam telah tercantum dalam dua undang-undang Republik Indonesia, yaitu UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU Kehati) dan UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU LH). Kedua peraturan perundang-undangan ini dapat dimanfaatkan untuk menjaga kelestarian alam Indonesia demi generasi sekarang dan generasi mendatang, sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan.

1. UU No 5 Tahun 1990
Definisi konservasi sumberdaya alam hayati menurut UU Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (Pasal 1 butir 2).
Asas dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya adalah pelestarian kemampuan dan pemanfaatan SDA hayati dalam ekosistemnya secara serasi dan seimbang (Pasal 2).
Tujuan dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian SDA hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Pasal 3).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam konservasi alam (Pasal 5), yaitu:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumberdaya alami hayati dan ekosistemnya.

2. UU No 23 Tahun 1997
Definisi konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya (Pasal 1 butir 15).
Sasaran pengelolaan LH (Pasal 4) adalah:
a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
b. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
f. terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Persamaan/perbedaan
Persamaan dari dua UU adalah upaya untuk melindungi kelestarian alam dan lingkungan hidup Indonesia dengan tetap memanfaatkannya secara lestari dan bijaksana.
Sedikit ada perbedaan antara penggunaan istilah sumberdaya alam (SDA) yaitu SDA hayati dan non hayati dalam UU No. 5 Tahun 1990 dengan istilah SDA terbaharui dan tidak terbaharui dalam UU. 23 Tahun 1997.
Dalam UU No. 5 tahun 1990, istilah SDA hayati adalah SDA yang unsurnya terdiri dari makhluk hidup yaitu satwa dan tumbuhan; sedangkan SDA non hayati adalah SDA yang unsurnya terdiri dari benda tak hidup, seperti bebatuan, tanah, barang tambang, angin, dsb.
Berbeda dengan UU No. 23 tahun 1997, digunakan istilah SDA tak terbaharui dan terbaharui. SDA tak terbaharui adalah SDA yang unsurnya tidak dapat diperbaharui jika sudah habis, contohnya barang tambang; sedangkan SDA yang terbaharui adalah SDA yang unsurnya dapat diperbaharui seperti biota (satwa dan tumbuhan), angin, sinar matahari dan pasir/bebatuan dari letusan gunung api.


Tulisan ini sekedar informasi tentang istilah konservasi alam yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan RI. Semoga dapat bermanfaat.

Jumat, 24 April 2009

M T T

Singkatan dari apa MTT tersebut? M = Maaf, T = Tolong, T = Terima kasih. Tiga kata tersebut yang saya ajarkan kepada putri-putri saya. Tiga kata sederhana yang memiliki efek yang besar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu berprinsip bahwa jika kita menginginkan diperlakukan dengan sopan atau dihargai (dan lainnya...) oleh orang lain, maka kita pun harus berbuat hal yang sama kepada orang lain. Itulah yang disebut Adil atau Fair. Muslimin pasti ingat akan salah satu sifat Allah SWT dalam Asma’ul Husna yaitu Al ‘Adl (Maha Adil), kita pun harus melakukannya.

Mengapa saya menekankan tiga kata ini, pasti ada alasannya. Uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Maaf
Dalam berbagai kesempatan, kita dapat mengucapkan kata maaf. Yang pertama adalah permaafan untuk kesalahan. Sebagai orangtua atau atasan yang berarti orang dengan posisi lebih tinggi atau memiliki posisi tawar (bargaining position) yang tinggi, meminta maaf atas kesalahan yang dibuatnya tidak akan menghilangkan kewibawaannya, malah mungkin dapat meningkatkan kewibawaannya di mata orang lain. Disamping itu, yang kedua, kata maaf pun juga digunakan saat kita menginterupsi kegiatan atau pembicaraan seseorang yang mungkin menimbulkan gangguan bagi orang tersebut. Dengan perkataan maaf itu, diharapkan orang tersebut tidak akan terlalu jengkel atau marah atas perbuatan kita tersebut. Kata maaf ini merupakan suatu tindakan kesopanan.

2. Tolong
Manusia adalah makhluk sosial. Sesungguhnya dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, juga makhluk hidup lain, dan juga dibantu oleh teknologi. Dengan demikian, antar manusia terjadi interaksi sosial, termasuk di dalamnya adalah sifat tolong-menolong, interaksi bolak-balik antara dua atau lebih pihak. Oleh karena itu dikenal perkataan “Tolong” jika seseorang meminta bantuan orang lain. Jika interaksi ini terjadi antara dua pihak yang setara, itu sudah umum, meskipun tak jarang ada orang yang tidak menggunakan kata tolong sehingga terkesan dia memerintah kepada orang lain yang setingkatan dengannya. Tak jarang hal ini menimbulkan gesekan (friksi) antara orang tersebut, sehingga timbul julukan “Tukang perintah” kepada orang yang jarang mengucapkan kata “Tolong”, padahal dia sesungguhnya meminta pertolongan kepada orang lain, akibatnya pertolongan yang diharapkan pun tidak datang. Bagaimana jika orang yang memiliki bargaining position tinggi butuh pertolongan (di luar kedinasan)? Apa perlu berkata “tolong”? Apa cukup memerintah saja? Saya pikir, apa sulitnya mengucapkan kata “tolong” itu, hal itu tidak akan menghancurkan citra diri atau kewibawaannya, kecuali bagi orang yang arogan/sombong perkataan tolong itu termasuk kata yang perlu dihindarinya. Seorang pimpinan meminta tolong kepada bawahannya tidak akan mencoreng nama baiknya, karena apa pun juga itu sifat yang manusiawi, toh pimpinan juga bukan ‘superman/superwoman’, dia hanya manusia biasa. Malah mungkin bagi bawahannya hal itu membuat mereka di-manusia-kan, bukan sekedar robot yang diam diperintah saja.
Sebagai muslimin, kita wajib berdoa kepada Allah SWT, berdoa itu juga merupakan permintaan tolong kita kepada Allah SWT. Jika sebagai muslim, kita tidak pernah berdoa, kita termasuk orang yang sombong. Dalam hidup ini, tidak pernah ada kepastian, jadi lebih baik kita berjaga-jaga pada saat kita luang, sehingga pada saat kita sempit, kita tahu apa yang harus kita lakukan, seperti pepatah “Sedia payung sebelum hujan”.

3. Terima kasih
Jika kita menerima apa pun dari orang lain, baik pemberian atau pertolongan, wajib kita mengucapkan “terima kasih”. Hal ini bukan sekedar kewajiban tetapi merupakan suatu kewajaran. Kata “terima kasih” itu tidak berat untuk diucapkan, dan tidak ada ruginya mengucapkan kata tersebut, malah akan memberikan efek penghargaan dari pihak pemberi, berarti kita (pihak penerima) bukan orang yang sombong. Jika kita sombong atau tidak mau mengucapkan kata “terima kasih” kepada orang lain yang dapat kita lihat, apalagi kepada Allah SWT yang tidak kita lihat, mungkin tidak mau tahu akan segala rizki yang telah diberikanNya kepada kita. Maka permudah mengucapkan kata “terima kasih” itu, sehingga kita pun akan mudah bersyukur kepada Allah SWT dengan mengenali rizki dan rahmatNya.


Kesimpulan:
1. Mengucapkan kata Maaf-Tolong-Terima kasih merupakan bentuk kesopanan dan ke-tidaksombong-an seseorang.
2. Ucapan MTT dari atasan atau orangtua juga merupakan wujud me-manusia-kan seseorang di posisi bawahan/anak.
3. Jika kita ingin diperlakukan dengan baik oleh orang lain, lakukan lebih dahulu kepada orang lain.
Wal Allahu ‘alam.

Kamis, 23 April 2009

KONSERVASI = HEMAT

Konservasi yang dimaksud dalam tulisan ini terkait konservasi alam. Arti hemat di sini adalah penggunaan/pemakaian sumberdaya secara hati-hati, tidak boros dan tidak pelit.
Salah satu kegiatan konservasi alam adalah pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam. Istilah secara lestari ini menunjukkan sifat hemat dalam hal penggunaan/pemakaian sumberdaya.

Firman Allah SWT dalam Al Qur’an:”Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir” (S. Al Jaatsiyah, 45: 13). Ayat-ayat lain yang senada terdapat pada S. An Nahl, 15: 11-17 dan S. Qaaf, 50: 6-8. Ayat-ayat tersebut menunjukkan ajakan Allah SWT untuk berpikir bahwa seluruh alam semesta telah diciptakan untuk manusia. Selanjutnya apa yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri terhadap alam semesta tempat mereka tinggal?

Di sinilah konservasi alam berperan, yaitu manusia memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana, yaitu secara hemat. Pemanfaatan secara lestari ini berarti pemanfaatan untuk pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa harus merusak atau mengurangi kemampuan alam dalam menyediakan kebutuhan bagi generasi mendatang.

Cara yang mudah adalah dengan merubah cara berpikir kita (mindset) yaitu dengan ber-empati kepada orang lain. Contoh: air bersih tidak selalu bersedia untuk semua orang. Bagi orang yang mendapat akses kemudahan dalam memperoleh air bersih berhematlah dengan mengingat masih banyak orang di luar yang tidak memperoleh air bersih yang berlimpah, murah dan mudah tersebut. Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan memasuki kamar hotel berbintang lima. Ternyata mereka sudah tidak menggunakan sistem bathtub lagi, untuk keperluan mandi digunakan sistem shower. Pengelola hotel pun memasang sticker tentang pentingnya penghematan air. Tindakan yang ramah lingkungan ini perlu dicontoh dan diberi apresiasi positif. Kadangkala orang yang kaya atau banyak uang luput memperhatikan tentang penghematan ini, toh mereka pikir mereka mampu membayarnya. Pikiran inilah yang perlu diatur ulang (remindset). Pikirkan bagaimana seandainya anak cucu kita-lah yang mengalami kesulitan tersebut, padahal semasa kita hidup kita sudah berfoya-foya atau boros dalam penggunaan air.

Nothing free in the world! Apa yang kita lakukan saat ini dapat mempengaruhi keadaan di masa mendatang. Wal Allahu ‘alam.

Jumat, 03 April 2009

GENDER DAN PARTISIPASI POLITIK

Salah satu bentuk partisipasi politik warga negara di mana pun mereka berada adalah partisipasi dalam pemilihan umum, termasuk juga pemilihan kepala negara/daerah. Warga negara yang merdeka dan sudah memenuhi persyaratan untuk memilih dan dipilih sudah seharusnya memenuhi kewajiban dan haknya untuk menentukan pilihannya. Meskipun ada hak untuk tidak ikut memilih, tetapi yang paling baik adalah melaksanakan kewajiban untuk memilih. Tuhan lebih suka orang yang mendahulukan melaksanakan kewajibannya daripada menuntut haknya, memang itulah yang sewajarnya laksanakan kewajiban dulu baru mendapat hak.

Jadilah orang yang konsekwen. Orang yang sudah memilih (berarti melaksanakan kewajibannya), punya hak untuk berkomentar, entah memuji atau mengkritisi kepimpinan yang terpilih di kemudian hari. Namun orang yang tidak mau memilih alias golput/golongan putih (istilah yang aneh...menurut saya...putih dari apa? apa mereka termasuk orang suci?) yang berarti tidak melaksanakan kewajibannya, ya...harusnya diam saja...mereka sudah melepaskan haknya akibat tidak mau melaksanakan kewajibannya. Jika orang yang golput ini ikut berkomentar, dia termasuk orang yang tidak konsekwen dan tidak berani mengambil resiko (mungkin juga dapat digolongkan pengecut). Orang yang konsekwen adalah ksatria yaitu Berani bertindak dan berani menanggung resiko.

Pada saat pemilihan, kita memang tidak tahu apa isi hati manusia, apa motivasi seseorang untuk menjadi pemimpin atau anggota legislatif, apa mungkin ada maksud untuk kepentingan diri sendiri (hidden agenda) dibandingkan untuk kepentingan masyarakat. Namun kita tetap perlu memilih dari sekian banyak orang, mana yang masih takut kepada Tuhan, mana yang memiliki sejarah (track record) yang baik dan yang buruk, ingat prinsip konsumen “Teliti sebelum membeli”, jadi “Telitilah sebelum memilih”. Selanjutnya, kita kembalikan kepada Tuhan sebagai penentu kehidupan di dunia ini, kita harus ingat kepada Surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:”...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri...”.

Pemilu atau pemilihan pimpinan merupakan suatu momen pengambilan keputusan bagi warga negara lelaki dan perempuan yang sudah memenuhi syarat. Bagi lelaki, pengambilan keputusan tidak ada masalah, tetapi bagi perempuan, khususnya di daerah perdesaan, momen ini dapat menimbulkan masalah. Masalah bagi perempuan adalah keharusan untuk mengikuti pilihan anggota keluarga lelakinya, misal ayah atau suami atau abangnya. Jika perempuan ingin memilih yang berbeda dengan pilihan anggota keluarga lelaki konflik pun dapat muncul...ujung-ujungnya ada pertengkaran, mungkin juga KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Meskipun prinsip pemilihan ini adalah LUBER (Langsung Bebas dan Rahasia), tetap saja sebagian kaum perempuan di perdesaan tidak bebas dalam memilih. Ditambah lagi kurangnya informasi yang akurat, sehingga terjadilah penggiringan dalam memilih. Tidak tertutup kemungkinan dengan ucapan “Perempuan tahu apa...”, membuat pihak perempuan menjadi sedikit apatis dalam memilih. Dengan demikian, momen pemilihan ini adalah salah satu cara untuk memulai kesetaraan gender dalam keluarga dalam hal partisipasi politik, yaitu dengan membebaskan kaum perempuan untuk bebas memilih sesuai hatinya. Kaum lelaki (ayah atau suami) memulai memberi kebebasan dalam pengambilan keputusan kepada istri atau anak perempuannya. Ini termasuk upaya untuk mencerdaskan kaum perempuan yang terpinggirkan. Mungkin efeknya tidak tampak nyata, tetapi adanya pengakuan dari suami/ayah ini merupakan nilai tambah untuk mereka dilihat dari kacamata istri/anaknya.

Dalam Islam, lelaki dan perempuan terlibat dalam berpartisipasi di bidang politik termasuk dalam pengambilan keputusan. Rasulullah saw melibatkan kaum perempuan dalam pengambilan keputusan. Salah satu istri Rasulullah saw yang sering diajak diskusi adalah Umi Salamah. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya Islam tidak menghalangi kaum perempuan dalam berpartisipasi politik. Pengambilan keputusan yang terbaik dalam Islam adalah dengan bermusyawarah, yang dapat disebut juga mencari "win-win solution", sehingga semua pihak merasa aspirasinya terakomodir.

Kesimpulannya:
1. Dahulukan kewajiban daripada hak.
2. Jadilah orang yang konsekwen.
3. Jangan takut salah, yang penting sudah memiliki niat yang lurus yaitu melakukan yang terbaik untuk nusa dan bangsa.
4. Warga negara lelaki dan perempuan wajib laksanakan kewajibannya dalam kehidupan politiknya.

Sesungguhnya hanya kepada ALLAH SWT-lah, kita wajib takut. Wa Allahu ‘alam.

Kamis, 19 Maret 2009

DOA PERJALANAN

Dalam rangka mendukung mobilitas kesehari-harian, kita pasti memerlukan transportasi, maklum kita tidak mungkin jalan kaki untuk jarak yang jauh... Saya pun sudah mengalami berbagai pengalaman dengan menggunakan berbagai jenis moda transportasi, baik di darat, di perairan dan udara. Transportasi darat yang pernah saya gunakan, mulai dari yang beroda dua hingga roda banyak (seperti bis, truk, juga kereta), kecuali yang beroda satu alias sepeda sirkus...ya...belum pernah. Transportasi air mulai dari sampan yang harus kita dayung sendiri, perahu nelayan, speedboat, ferry hingga kapal penumpang sudah pernah saya tumpangi. Transportasi udara hanya pesawat komersil saja, helikopter dan pesawat tempur belum pernah saya tumpangi. Meskipun berbagai macam moda sudah saya gunakan, termasuk jalan kaki yang merupakan moda transportasi alami dan tertua di dunia, tetap saja ke mana-mana saya harus berdoa. Saya selalu tidak merasa yakin akan kepastian selama dalam perjalanan tersebut, baik dalam hal keselamatan dan keamanan (jangan tanya tentang kenyamanan, kemacetan di jalan itu sudah hal yang sehari-hari harus dihadapi orang yang hidup di sekitar Jabodetabek, termasuk juga terlambat dalam pemberangkatan/delay again...delay again...capek deh...).

Doa perjalanan yang pertama saya hafal adalah: “Bismillaahi tawakkaltu ‘alallahi wa laa haula wa laa quwwata illa billaah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Mu bahwa tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah).
Setelah doa yang pertama tersebut, saya mulai menghafal doa perjalanan yang kedua yang berbunyi: “Bismillaahi majrehaa wa mursaahaa, inna rabbii laghafuururr-rahiim” (Dengan nama Allah-lah perjalanan serta berlabuhnya kendaraan ini, sesungguhnya Allah (Tuhanku) Maha Pengampun lagi Penyayang).

Yah...dua doa inilah yang menemani saya ke mana saja saya melangkah, namun saya juga masih ber-dzikir selama di jalan. Sekali lagi, kita tidak pernah pasti selama di jalan. Sebenarnya ada satu doa lagi yang sering dibaca oleh suami dan anak-anak saya, tetapi saya tidak hafal-hafal juga (maklum...telat belajarnya, setelah tua, jadi memorinya pas...pas..an..).

Pada tahun 2006, saya bertugas ke pulau Lombok. Perjalanan ditempuh melalui udara. Selesai tugas di P. Lombok, saya pun harus meneruskan tugas di P. Bali. Dari P. Lombok ke P. Bali ditempuh melalui udara juga. Pesawat yang saya tumpangi, tampak OK...luarnya, tetapi begitu masuk ke dalam pesawat...mulai hati saya berdetak lebih keras...masya Allah......suara baling-baling pesawat (karena bukan pesawat jet) terdengar begitu keras dan begitu tidak meyakinkannya, ditambah lagi ternyata pramugarinya hanya dua dan yang satu ternyata masih trainee. “What can I do?” Di depan kursi ada petunjuk (manual) tentang keselamatan perjalanan, dan juga ada manual doa-doa dari berbagai agama. Akhirnya saya pun baca semua doa (agama Islam) yang ada di manual, termasuk yang sulit saya hafal tersebut. Selama 30 menit perjalanan, saya akhirnya bisa menghafal doa tersebut, karena diulang-ulang terus dengan hati yang deg..deg..an. Doa ketiga tersebut berbunyi: “Subhaanalladzii sakh-khara lanaa haadzaa wa maa kunnaalahuu muqriniina wa innaa ilaa rabbinaa lamunqalibuun” (Maha suci Allah yang menggerakkan kendaraan ini untuk kita, padahal kita tidak kuasa untuk menundukkannya, dan sesungguhnya kita pasti akan kembali kepada Allah). Alhamdulillaah. Akhirnya kami mendarat dengan selamat...dan sekarang saya dapat menulis kejadian tersebut.

Sesungguhnya saya sudah pernah mengalami beberapa kejadian yang cukup mendebarkan saat naik pesawat. Kejadian pertama di tahun 1974, saat itu kami sekeluarga harus segera pergi ke Solo untuk menjenguk nenek yang sedang sakit keras. Bandara Adi Sumarmo Solo masih baru selesai dibangun. Perjalanan tersebut menggunakan pesawat jenis DC-8 yang menggunakan baling-baling. Sekitar 10 menit lagi pesawat akan mendarat, tiba-tiba baling-baling mati satu (dari empat baling-baling). Berhubung bandara Solo belum memiliki teknisi, maka pesawat kembali ke Jakarta. Mendekati Jakarta, satu baling-baling mati lagi, jadi pesawat hanya digerakkan dengan dua baling-baling saja dan agak melayang, dan akhirnya dapat mendarat dengan selamat. Setelah diperbaiki beberapa jam, kami pun berangkat lagi, dan berhasil mendarat di Solo dengan selamat...alhamdulillaah. Mungkin karena saya masih kanak-kanak, maka masih punya keberanian sedikit banyak untuk bertualang ya...

Kejadian lainnya adalah saat pada tahun 1999, saya mendapat tugas meninjau kebakaran hutan di Kalimantan Timur. Keberangkatan pesawat pun beberapa waktu ditunda (delay..delay..again), karena menunggu kondisi di bandara Balikpapan terang dulu dari gangguan asap. Akhirnya kami pun berangkat. Perjalanan Jakarta-Balikpapan ditempuh dalam waktu dua jam. Pas...perjalanan satu jam di atas Laut Jawa, tiba-tiba pesawat turun mendadak alias anjlok, karena melewati udara kosong....ya....jantung saya pun serasa copot....blank...rasanya saya hanya mampu ucapkan “Laa illaaha illallah” (Tiada tuhan selain Allah)...sambil menunggu nasib dan menunggu masker oksigen jatuh yang mengindikasikan turunnya tekanan atmosfir dalam kabin...eh...ternyata masker tidak jatuh berarti........alhamdulillah...anjloknya tidak terlalu jauh. Kami pun mendarat dengan selamat di Bandara Sepinggan Balikpapan. Meskipun demikian, kami (saya dan bos) masih deg-deg-an. Rencana perjalanan langsung dilanjutkan ke Samarinda terpaksa ditunda, kami pun menginap di Balikpapan. Di Balikpapan, bos saya menghibur saya dengan mengatakan “Murni, kalaupun kita jatuh di atas laut, masih bisa mengapung kok. Lebih untung daripada jatuh di daratan”. Rupanya beliau berusaha menghibur saya, kuatir mendadak saya trauma naik pesawat, sehingga minta pulang lewat laut saja... Kami akhirnya tetap pulang naik pesawat... Setelah kami masuk kantor kembali di Jakarta, bos saya mengkoreksi ucapannya, “Murni, sebenarnya kalau pesawatnya nukik masuk ke laut pun, kita juga tak mungkin terapung. Pasrah sajalah...” He...he....beliau orang yang bijak, tahu harus berkata apa di saat genting....
Wa Allahu ‘alam....

Senin, 16 Februari 2009

Konservasi Alam

Definisi konservasi sumberdaya alam (selanjutnya sumberdaya alam disingkat SDA) hayati menurut UU Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah “Pengelolaan SDA hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya” (Pasal 1 butir 2). Asas dari konservasi SDA hayati dan ekosistemnya adalah pelestarian kemampuan dan pemanfaatan SDA hayati dalam ekosistemnya secara serasi dan seimbang (Pasal 2). Tujuan dari konservasi SDA yaitu mengusahakan terwujudnya kelestarian SDA hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Pasal 3).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam konservasi SDA (Pasal 5), yaitu:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari SDA hayati dan ekosistemnya.

Dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat juga definisi konservasi SDA. Menurut UU ini konservasi SDA adalah “Pengelolaan SDA tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan SDA yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya” (Pasal 1 butir 18).

Ada perbedaan antara penggunaan istilah sumberdaya alam hayati dan non hayati dalam UU No. 5/1990 dengan istilah sumberdaya alam terbaharui dan tidak terbaharui dalam UU No. 23/1997. SDA hayati dan non hayati menyangkut makhluk hidup dan benda tak hidup. SDA terbaharui dan tidak terbaharui menyangkut keadaan yang memungkinkan SDA tersebut dapat terbaharui lagi sehingga tidak punah atau sebaliknya, tidak terbaharui yang berarti dapat punah. Contoh: (a) SDA terbaharui (renewable) adalah makhluk hidup yang dapat berkembangbiak, tetapi juga dapat punah jika ada upaya yang dapat menghancurkan kehidupan biota tersebut; selain itu juga ada benda tak hidup yang terbaharui yaitu pasir dan bebatuan yang berasal dari letusan gunung berapi, selama gunung tersebut masih dalam keadaan aktif, maka akan mengeluarkan pasir dan bebatuan saat meletus. (b) SDA tak terbaharui umumnya adalah benda tak hidup, seperti bahan-bahan hasil tambang (minyak bumi, emas-perak, timah, dsb). Sebenarnya ada bagian dari makhluk hidup yang dapat dimasukkan tidak terbaharuikan jika sudah punah yaitu pada tingkat gen biota.

Manfaat Konservasi Alam Bagi Masyarakat
Setelah kita mengetahui definisi konservasi SDA, kita pun ingin tahu apakah konservasi SDA itu bermanfaat bagi masyarakat luas. Manfaat konservasi SDA bagi kita dapat ditinjau dari dua apek, yaitu aspek ekonomi dan ekologi.

1. Secara ekonomi:
o Mencegah kerugian akibat kerusakan sistem penyangga kehidupan seperti hutan lindung, daerah aliran sungai, sempadan sungai dan sempadan pantai. Kerusakan lingkungan alam tersebut yang menyebabkan timbulnya banjir, longsor, kekeringan dan abrasi.
o Mencegah kerugian akibat hilangnya sumber genetika dan unsur-unsur lainnya yang terkandung dalam flora fauna guna mengembangkan diversitas bahan pangan dan obat-obatan.
o Menyediakan modal untuk pembangunan. Tanpa modal, pembangunan dapat terhenti.

2. Secara ekologi:
Mencegah hilangnya bagian dari daur kehidupan, seperti bagian dari jaring/rantai makanan, siklus biogeokimia dan siklus hidrologi.

Umat Islam harus ingat peringatan yang terkandung dalam Firman Allah SWT di Surat Ar Ruum ayat 41 yang berbunyi: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Wal Allahu 'alam.

SUGESTI

Apa itu sugesti? Menurut Kamus Psikologi James Drever yang saya baca, sugesti (suggestion) adalah sebuah proses mental yang disebabkan oleh penerimaan tak kritis, dan realisasi, dalam tindakan atau kepercayaan, tentang ide-ide yang muncul dalam benak, sebagai akibat dari kata-kata, sikap-sikap, atau tindakan-tindakan dari orang lain (atau orang-orang lain), atau dalam kondisi-kondisi tertentu, bergantung pada proses-proses dalam benak individu sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai orang yang memiliki sugesti kuat tentang aktivitas mereka. Contohnya:
1. Hari baik dan hari buruk. Jika akan melakukan berbagai kegiatan (perjalanan, bisnis, dsb) akan berhasil jika dilaksanakan pada hari X; sebaliknya jika dilaksanakan pada hari Y akan gagal atau mengalami kesialan. Termasuk di antaranya adalah waktu yang baik dan yang buruk seperti bulan dan musim.
2. Benda baik dan buruk. Jika akan melakukan sesuatu (misal tanda tangan kontrak, bertanding, ujian, dsb), harus pakai benda keberuntungan (misal: pena/alat tulis, pakaian dsb) agar berhasil, jika tidak akan gagal.
3. Pengobatan. Di kalangan orang yang tua, masih dijumpai sugesti kalau ke dokter (untuk berobat), harus disuntik, jika tidak disuntik tak akan sembuh. Selain itu juga ada yang beranggapan jika tidak berobat ke dokter X tak akan sembuh.

Mengapa saya membahas tentang sugesti ini? Bagaimana sugesti yang tersebut di atas dipandang dari agama Islam? Menurut saya, hal tersebut sudah termasuk syirik, menduakan Allah. Pemberi rizki (termasuk kesehatan) adalah Allah SWT. Rizki tidak dapat kita kejar dan musibah tidak dapat kita tolak. Namun kita harus ingat di balik kesulitan ada kemudahan, demikian janji Allah yang tertulis di Surat Al Insyirah (S. 94) disebutkan secara berulang di ayat 5 dan 6. Jika kita ingin menjadi muslim yang kaffah, menjadi mukhlisin (orang yang benar-benar mengesakan Allah SWT), kita harus berhati-hati dengan sugesti yang mengarah ke tindakan syirik ini dan harus mampu menghilangkannya. Wal Allahu ‘alam.

Senin, 02 Februari 2009

NO FISHERWOMAN??


Kita sudah mengenal istilah dalam bahasa Inggris untuk nelayan adalah fisherman. Fisherman adalah nelayan yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Definisi nelayan dalam UU RI no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.


Saat saya melakukan penelitian untuk S3 di tahun 2006, saya menjumpai perempuan yang juga melakukan penangkapan ikan. Perempuan tersebut memang bermatapencaharian sebagai nelayan. Namun demikian perempuan tersebut belum diakui, secara de jure, sebagai nelayan perempuan (fisherwoman), karena tidak dianggap umum seorang perempuan bermatapencaharian sebagai nelayan. Mereka masih dianggap sebagai perempuan nelayan, yaitu perempuan dari keluarga nelayan, entah sebagai anak atau istri dari nelayan.


Pengakuan (recognition) ini terkait erat dengan berbagai proses dalam pembangunan seperti penyuluhan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Nelayan perempuan ini tersisihkan, apalagi mereka hanya dianggap sebagai bidak atau anak buah kapal (ABK) saja. Demikian halnya dengan bidak (ABK) lelaki yang juga tersisihkan dari proses pengambilan keputusan, tetapi bidak lelaki masih diakui keberadaannya dan masih memiliki akses (kesempatan) dalam acara penyuluhan atau sosialisasi di bidang perikanan lainnya.


Dalam rangka keadilan dan kesetaraan gender di bidang perikanan, saya masih harus berjuang untuk mempopulerkan istilah nelayan perempuan (fisherwoman). Saya ingin nelayan perempuan tersebut memiliki akses, kontrol, partisipasi dan dapat menikmati manfaat yang sama dengan nelayan lelaki lainnya, tentu saja sesuai kedudukannya di usaha perikanan tersebut, yaitu sebagai nahkoda atau ABK. Nelayan perempuan tersebut sudah berusaha di lapangan, secara de facto, tetapi pengakuan tersebut belum ada karena dianggap mereka hanya pekerja temporer saja. Temporer atau permanen, tetap saja perempuan tersebut melakukan pekerjaan yang sama saat di perahu atau kapal dengan nelayan lelaki lainnya. Lelaki pun banyak yang bekerja secara temporer sebagai bidak, khususnya di musim panen ikan, karena di musim paceklik mereka mencari nafkah di luar bidang perikanan, tetapi mereka dianggap sebagai nelayan, entah sebagai pekerjaan pokok atau sampingan. Berbeda dengan perempuan, pengakuan tersebut tetap tidak mereka peroleh. Mari kita perjuangkan bersama!!!

Senin, 05 Januari 2009

TOMBAK TRISULA JIHAD


Bismillahirrahmanirrahim

Arti jihad adalah berjuang untuk menegakkan kemurnian atau kesucian agama Allah, Islam. Jihad disyari’atkan karena timbul bermacam fitnah dari orang-orang di luar Islam (red: saat ini fitnah juga datang dari orang yang mengaku beragama Islam melalui paradigma SEPILIS-nya, yaitu Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme Islam). Jihad harus terus dilakukan sampai fitnah itu hilang dan muslimin dapat melaksanakan kegiatan ibadah dan muamalat secara leluasa sesuai tuntunan agama.
Hukum jihad adalah fadhu kifayah bagi mereka yang berakal sehat, dewasa dan sudah ada kemampuan untuk berjihad.
Jihad dilakukan melalui tiga bentuk aktivitas yaitu secara lisan, tulisan dan perang (fii sabilillah). Jihad fii sabilillah dilakukan jika jihad dengan lisan dan tulisan gagal mencapai tujuan, disamping itu terjadi penindasan/perlawanan fisik terhadap kaum muslim.
Jihad akbar (yang paling besar atau berat) adalah jihad melawan hawa nafsu sendiri yang senantiasa akan menyesatkan manusia dari ajaran Allah dan berpaling kepada ajaran iblis/setan (Hadits riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban). Saat ini yang terbanyak kaum muslimin Indonesia harus lakukan adalah jihad akbar, yakni menghadapi paradigma SEPILIS yang didukung atau dibiayai oleh kaum non muslim.

Tombak trisula adalah bentuk tombak yang berujung tiga, seperti tergambar di samping atas.
Saya menggunakan tombak trisula sebagai simbol untuk mempermudah mengingat komponen-komponen yang penting untuk pelaksanaan jihad.
Jadi apa yang dimaksud dengan Trisula Jihad itu? Bentuk fisiknya terbagi dua yaitu tombak dan trisula yang sama kedudukan serta nilai pentingnya. Jadi komponennya ada empat yakni:
1. Tombak. Saya sebut tombak trisula karena memiliki badan tombak yang panjang. Panjang tombak ini dapat mempengaruhi kekuatan daya lemparan tombak serta mempengaruhi ketepatan arah lemparan tombak (bentuk lain yang mirip dengan tombak adalah olahraga lempar lembing), mengikuti Hukum Fisika. Dalam jihad, sebagai tombak pemberi arah dan kekuatan adalah Iman kita kepada Allah SWT, guna memperkuat semangat juang menegakkan kemurnian atau kesucian agama Allah.
2. Trisula. Dalam jihad, trisula itu adalah ilmu-dana-fisik material. Penjelasannya sbb:
(a) Ilmu. Kekuatan ilmu ini digunakan antara lain untuk membuat strategi dan pengambilan keputusan. Dalam membuat strategi, kita dapat menggunakan Strategi Perang Sun Tzu dari Cina, garis besarnya adalah kenali musuh, pelajari musuh dan hadapi musuh. Jika kaum muslimin tidak kuat ilmu alias tidak cerdas atau pandai akan mudah dikalahkan dalam peperangan karena salah strategi. Dalam era sekarang penguasaan teknologi dan informasi pegang peranan. Siapa yang menguasai teknologi-informasi-komunikasi dapat menguasai dunia.
(b) Dana. Kekuatan dana atau finansial ini sama pentingnya. Nothing free in the world. Dalam jihad pun perlu dana untuk membiayai segala kegiatannya. Keperluannya antara lain untuk pembelanjaan keperluan peralatan/akomodasi, transportasi, logistik, termasuk konsumsi. Kekuatan finansial ini pun bukan berasal dari utang, yang terbaik adalah dari infak dan wakaf yang kesemuanya sudah ada tuntunannya dalam Islam. Dalam Hukum Ekonomi, yang menguasai ekonomi dan finansial dapat menguasai dunia.
(c) Fisik. Fisik yang dimaksud di sini adalah ketersediaan peralatan (equipment) dan kekuatan fisik tubuh pelaku jihad. (i) Kelengkapan peralatan penting untuk mendukung pelaksanaan jihad di era globalisasi sekarang ini. Contohnya: serangan terhadap kemurnian ajaran Islam di masa sekarang banyak datang dari dunia virtual internet juga media massa berupa upaya perubahan opini, persepsi dan pola pikir sehingga virus SEPILIS dapat berkembangbiak dengan suburnya. (ii) Kebugaran fisik seseorang dapat meningkatkan keprimaan perjuangan, berarti tidak memiliki kendala dalam mobilitas dan kemampuan kerja. Orang yang lemah kondisi fisiknya mungkin tidak dapat maju bertempur, tetapi dia dapat menyumbangkan pikirannya atau pengumpulan data/informasi sebagai bagian dari komponen ilmu, atau dia dapat menyumbangkan kekayaannya sebagai bagian dari kekuatan finansial. Jadi setiap muslimin, lelaki atau perempuan, besar atau kecil fisiknya, tua atau muda, sehat atau lemah fisik, kaya atau miskin, sepanjang berakal, dapat melakukan jihad. Tidak ada alasan untuk menolak berjihad (termasuk jihad akbar), kecuali orang yang tidak beriman atau lemah iman.
Oleh karena sifat keakuratan dan kekuatan tombak trisula ini, maka saya menganalogikannya dengan komponen-komponen jihad. Wal Allahu ‘alam.