Jumat, 24 April 2009

M T T

Singkatan dari apa MTT tersebut? M = Maaf, T = Tolong, T = Terima kasih. Tiga kata tersebut yang saya ajarkan kepada putri-putri saya. Tiga kata sederhana yang memiliki efek yang besar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu berprinsip bahwa jika kita menginginkan diperlakukan dengan sopan atau dihargai (dan lainnya...) oleh orang lain, maka kita pun harus berbuat hal yang sama kepada orang lain. Itulah yang disebut Adil atau Fair. Muslimin pasti ingat akan salah satu sifat Allah SWT dalam Asma’ul Husna yaitu Al ‘Adl (Maha Adil), kita pun harus melakukannya.

Mengapa saya menekankan tiga kata ini, pasti ada alasannya. Uraiannya adalah sebagai berikut:

1. Maaf
Dalam berbagai kesempatan, kita dapat mengucapkan kata maaf. Yang pertama adalah permaafan untuk kesalahan. Sebagai orangtua atau atasan yang berarti orang dengan posisi lebih tinggi atau memiliki posisi tawar (bargaining position) yang tinggi, meminta maaf atas kesalahan yang dibuatnya tidak akan menghilangkan kewibawaannya, malah mungkin dapat meningkatkan kewibawaannya di mata orang lain. Disamping itu, yang kedua, kata maaf pun juga digunakan saat kita menginterupsi kegiatan atau pembicaraan seseorang yang mungkin menimbulkan gangguan bagi orang tersebut. Dengan perkataan maaf itu, diharapkan orang tersebut tidak akan terlalu jengkel atau marah atas perbuatan kita tersebut. Kata maaf ini merupakan suatu tindakan kesopanan.

2. Tolong
Manusia adalah makhluk sosial. Sesungguhnya dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, juga makhluk hidup lain, dan juga dibantu oleh teknologi. Dengan demikian, antar manusia terjadi interaksi sosial, termasuk di dalamnya adalah sifat tolong-menolong, interaksi bolak-balik antara dua atau lebih pihak. Oleh karena itu dikenal perkataan “Tolong” jika seseorang meminta bantuan orang lain. Jika interaksi ini terjadi antara dua pihak yang setara, itu sudah umum, meskipun tak jarang ada orang yang tidak menggunakan kata tolong sehingga terkesan dia memerintah kepada orang lain yang setingkatan dengannya. Tak jarang hal ini menimbulkan gesekan (friksi) antara orang tersebut, sehingga timbul julukan “Tukang perintah” kepada orang yang jarang mengucapkan kata “Tolong”, padahal dia sesungguhnya meminta pertolongan kepada orang lain, akibatnya pertolongan yang diharapkan pun tidak datang. Bagaimana jika orang yang memiliki bargaining position tinggi butuh pertolongan (di luar kedinasan)? Apa perlu berkata “tolong”? Apa cukup memerintah saja? Saya pikir, apa sulitnya mengucapkan kata “tolong” itu, hal itu tidak akan menghancurkan citra diri atau kewibawaannya, kecuali bagi orang yang arogan/sombong perkataan tolong itu termasuk kata yang perlu dihindarinya. Seorang pimpinan meminta tolong kepada bawahannya tidak akan mencoreng nama baiknya, karena apa pun juga itu sifat yang manusiawi, toh pimpinan juga bukan ‘superman/superwoman’, dia hanya manusia biasa. Malah mungkin bagi bawahannya hal itu membuat mereka di-manusia-kan, bukan sekedar robot yang diam diperintah saja.
Sebagai muslimin, kita wajib berdoa kepada Allah SWT, berdoa itu juga merupakan permintaan tolong kita kepada Allah SWT. Jika sebagai muslim, kita tidak pernah berdoa, kita termasuk orang yang sombong. Dalam hidup ini, tidak pernah ada kepastian, jadi lebih baik kita berjaga-jaga pada saat kita luang, sehingga pada saat kita sempit, kita tahu apa yang harus kita lakukan, seperti pepatah “Sedia payung sebelum hujan”.

3. Terima kasih
Jika kita menerima apa pun dari orang lain, baik pemberian atau pertolongan, wajib kita mengucapkan “terima kasih”. Hal ini bukan sekedar kewajiban tetapi merupakan suatu kewajaran. Kata “terima kasih” itu tidak berat untuk diucapkan, dan tidak ada ruginya mengucapkan kata tersebut, malah akan memberikan efek penghargaan dari pihak pemberi, berarti kita (pihak penerima) bukan orang yang sombong. Jika kita sombong atau tidak mau mengucapkan kata “terima kasih” kepada orang lain yang dapat kita lihat, apalagi kepada Allah SWT yang tidak kita lihat, mungkin tidak mau tahu akan segala rizki yang telah diberikanNya kepada kita. Maka permudah mengucapkan kata “terima kasih” itu, sehingga kita pun akan mudah bersyukur kepada Allah SWT dengan mengenali rizki dan rahmatNya.


Kesimpulan:
1. Mengucapkan kata Maaf-Tolong-Terima kasih merupakan bentuk kesopanan dan ke-tidaksombong-an seseorang.
2. Ucapan MTT dari atasan atau orangtua juga merupakan wujud me-manusia-kan seseorang di posisi bawahan/anak.
3. Jika kita ingin diperlakukan dengan baik oleh orang lain, lakukan lebih dahulu kepada orang lain.
Wal Allahu ‘alam.

Kamis, 23 April 2009

KONSERVASI = HEMAT

Konservasi yang dimaksud dalam tulisan ini terkait konservasi alam. Arti hemat di sini adalah penggunaan/pemakaian sumberdaya secara hati-hati, tidak boros dan tidak pelit.
Salah satu kegiatan konservasi alam adalah pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam. Istilah secara lestari ini menunjukkan sifat hemat dalam hal penggunaan/pemakaian sumberdaya.

Firman Allah SWT dalam Al Qur’an:”Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir” (S. Al Jaatsiyah, 45: 13). Ayat-ayat lain yang senada terdapat pada S. An Nahl, 15: 11-17 dan S. Qaaf, 50: 6-8. Ayat-ayat tersebut menunjukkan ajakan Allah SWT untuk berpikir bahwa seluruh alam semesta telah diciptakan untuk manusia. Selanjutnya apa yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri terhadap alam semesta tempat mereka tinggal?

Di sinilah konservasi alam berperan, yaitu manusia memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana, yaitu secara hemat. Pemanfaatan secara lestari ini berarti pemanfaatan untuk pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa harus merusak atau mengurangi kemampuan alam dalam menyediakan kebutuhan bagi generasi mendatang.

Cara yang mudah adalah dengan merubah cara berpikir kita (mindset) yaitu dengan ber-empati kepada orang lain. Contoh: air bersih tidak selalu bersedia untuk semua orang. Bagi orang yang mendapat akses kemudahan dalam memperoleh air bersih berhematlah dengan mengingat masih banyak orang di luar yang tidak memperoleh air bersih yang berlimpah, murah dan mudah tersebut. Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan memasuki kamar hotel berbintang lima. Ternyata mereka sudah tidak menggunakan sistem bathtub lagi, untuk keperluan mandi digunakan sistem shower. Pengelola hotel pun memasang sticker tentang pentingnya penghematan air. Tindakan yang ramah lingkungan ini perlu dicontoh dan diberi apresiasi positif. Kadangkala orang yang kaya atau banyak uang luput memperhatikan tentang penghematan ini, toh mereka pikir mereka mampu membayarnya. Pikiran inilah yang perlu diatur ulang (remindset). Pikirkan bagaimana seandainya anak cucu kita-lah yang mengalami kesulitan tersebut, padahal semasa kita hidup kita sudah berfoya-foya atau boros dalam penggunaan air.

Nothing free in the world! Apa yang kita lakukan saat ini dapat mempengaruhi keadaan di masa mendatang. Wal Allahu ‘alam.

Jumat, 03 April 2009

GENDER DAN PARTISIPASI POLITIK

Salah satu bentuk partisipasi politik warga negara di mana pun mereka berada adalah partisipasi dalam pemilihan umum, termasuk juga pemilihan kepala negara/daerah. Warga negara yang merdeka dan sudah memenuhi persyaratan untuk memilih dan dipilih sudah seharusnya memenuhi kewajiban dan haknya untuk menentukan pilihannya. Meskipun ada hak untuk tidak ikut memilih, tetapi yang paling baik adalah melaksanakan kewajiban untuk memilih. Tuhan lebih suka orang yang mendahulukan melaksanakan kewajibannya daripada menuntut haknya, memang itulah yang sewajarnya laksanakan kewajiban dulu baru mendapat hak.

Jadilah orang yang konsekwen. Orang yang sudah memilih (berarti melaksanakan kewajibannya), punya hak untuk berkomentar, entah memuji atau mengkritisi kepimpinan yang terpilih di kemudian hari. Namun orang yang tidak mau memilih alias golput/golongan putih (istilah yang aneh...menurut saya...putih dari apa? apa mereka termasuk orang suci?) yang berarti tidak melaksanakan kewajibannya, ya...harusnya diam saja...mereka sudah melepaskan haknya akibat tidak mau melaksanakan kewajibannya. Jika orang yang golput ini ikut berkomentar, dia termasuk orang yang tidak konsekwen dan tidak berani mengambil resiko (mungkin juga dapat digolongkan pengecut). Orang yang konsekwen adalah ksatria yaitu Berani bertindak dan berani menanggung resiko.

Pada saat pemilihan, kita memang tidak tahu apa isi hati manusia, apa motivasi seseorang untuk menjadi pemimpin atau anggota legislatif, apa mungkin ada maksud untuk kepentingan diri sendiri (hidden agenda) dibandingkan untuk kepentingan masyarakat. Namun kita tetap perlu memilih dari sekian banyak orang, mana yang masih takut kepada Tuhan, mana yang memiliki sejarah (track record) yang baik dan yang buruk, ingat prinsip konsumen “Teliti sebelum membeli”, jadi “Telitilah sebelum memilih”. Selanjutnya, kita kembalikan kepada Tuhan sebagai penentu kehidupan di dunia ini, kita harus ingat kepada Surat Ar Ra’d ayat 11 yang artinya:”...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri...”.

Pemilu atau pemilihan pimpinan merupakan suatu momen pengambilan keputusan bagi warga negara lelaki dan perempuan yang sudah memenuhi syarat. Bagi lelaki, pengambilan keputusan tidak ada masalah, tetapi bagi perempuan, khususnya di daerah perdesaan, momen ini dapat menimbulkan masalah. Masalah bagi perempuan adalah keharusan untuk mengikuti pilihan anggota keluarga lelakinya, misal ayah atau suami atau abangnya. Jika perempuan ingin memilih yang berbeda dengan pilihan anggota keluarga lelaki konflik pun dapat muncul...ujung-ujungnya ada pertengkaran, mungkin juga KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Meskipun prinsip pemilihan ini adalah LUBER (Langsung Bebas dan Rahasia), tetap saja sebagian kaum perempuan di perdesaan tidak bebas dalam memilih. Ditambah lagi kurangnya informasi yang akurat, sehingga terjadilah penggiringan dalam memilih. Tidak tertutup kemungkinan dengan ucapan “Perempuan tahu apa...”, membuat pihak perempuan menjadi sedikit apatis dalam memilih. Dengan demikian, momen pemilihan ini adalah salah satu cara untuk memulai kesetaraan gender dalam keluarga dalam hal partisipasi politik, yaitu dengan membebaskan kaum perempuan untuk bebas memilih sesuai hatinya. Kaum lelaki (ayah atau suami) memulai memberi kebebasan dalam pengambilan keputusan kepada istri atau anak perempuannya. Ini termasuk upaya untuk mencerdaskan kaum perempuan yang terpinggirkan. Mungkin efeknya tidak tampak nyata, tetapi adanya pengakuan dari suami/ayah ini merupakan nilai tambah untuk mereka dilihat dari kacamata istri/anaknya.

Dalam Islam, lelaki dan perempuan terlibat dalam berpartisipasi di bidang politik termasuk dalam pengambilan keputusan. Rasulullah saw melibatkan kaum perempuan dalam pengambilan keputusan. Salah satu istri Rasulullah saw yang sering diajak diskusi adalah Umi Salamah. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya Islam tidak menghalangi kaum perempuan dalam berpartisipasi politik. Pengambilan keputusan yang terbaik dalam Islam adalah dengan bermusyawarah, yang dapat disebut juga mencari "win-win solution", sehingga semua pihak merasa aspirasinya terakomodir.

Kesimpulannya:
1. Dahulukan kewajiban daripada hak.
2. Jadilah orang yang konsekwen.
3. Jangan takut salah, yang penting sudah memiliki niat yang lurus yaitu melakukan yang terbaik untuk nusa dan bangsa.
4. Warga negara lelaki dan perempuan wajib laksanakan kewajibannya dalam kehidupan politiknya.

Sesungguhnya hanya kepada ALLAH SWT-lah, kita wajib takut. Wa Allahu ‘alam.