Rabu, 11 Agustus 2010

KITA KEKURANGAN AIR TAWAR

Saya pernah menginap di wilayah-wilayah yang langka air. Lokasinya ada yang di pesisir pantai seperti daerah Ancol Jakarta Utara, pesisir Subang (desa Blanakan dan Muara Ciasem), di daerah karst seperti Gunung Kidul dan juga di gurun pasir yaitu di Makkah – Madinah. Di semua wilayah itu, kita harus dapat berhemat dalam memanfaatkan air tawar bersih. Air tawar bersih digunakan hanya untuk keperluan primer seperti makan dan minum, sedangkan untuk keperluan higienis lainnya seperti mandi dan mencuci perlu diperhitungkan jumlah pemakaiannya secara bijak agar tidak berfoya-foya untuk membuang air.

Air di bumi mayoritas dalam bentuk air asin yaitu sebesar 97,5%. Sekitar 1% di antaranya adalah air tanah yang payau. Sisanya 2,5% adalah air tawar. Sekitar dua pertiganya adalah air permukaan yang cair dan air tanah. (Sumber: National Geographic April 2010). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya kita kekurangan air tawar yang bersih dan layak diminum, bukan sekedar kekurangan air saja.

Negara bergurun pasir melakukan upaya desalinasi untuk mendapatkan air tawar bersih. Desalinasi ini adalah mengubah air laut yang bergaram menjadi air tawar. Air leding di Makkah dan Madinah menggunakan air desalinasi ini. Meskipun demikian, masih terasa sedikit asin meskipun samar. Jika air tersebut direbus, lama-lama di dasar wadah rebusan akan tampak endapan putih.

Di Indonesia, masih banyak dijumpai air yang keruh yang tidak layak diminum. Namun karena langkanya sumber air maka air keruh tersebut masih digunakan. Yang umum dilakukan adalah penjernihan dengan tawas (kalium aluminium sulfat) yang tentunya tidak murah harganya bagi warga pedesaan.

Salah satu cara murah dan mudah untuk menjernihkan air untuk minum adalah dengan menggunakan biji kelor (Moringa oleifera) (Sumber: Soerjani dkk. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam, Dan Kependudukan Dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta). Biji kelor ini berfungsi sebagaii zat pengental (koagulan). Biji kelor yang dipakai adalah yang sudah tua dan kering. Biji ini ditumbuk pelan-pelan dan dibilas, kemudian dicampurkan dengan semua air yang akan dijernihkan serta diaduk-aduk sampai homogen. Setelah dibiarkan selama 3 jam, maka air sudah kelihatan jernih. Air yang sudah jernih ini dipindahkan dengan hati-hati ke wadah lain dan endapan yang terjadi di dasar wadah pertama segera dibuang. Rerata setiap satu liter air keruh memerlukan satu biji kelor agar air menjadi jernih. Hasil dari penjernihan ini memiliki kualitas yang lebih baik, karena:
1) Mikroba/bakteri menjadi berkurang jumlahnya dalam waktu tertentu, sehingga dapat mengurangi penyakit yang disebabkan karena infeksi.
2) Mengurangi penyakit gastro-enteritis (sakit saluran pencernaan).
3) Karena zat organik berkurang, maka re-kontaminasi dapat dikurangi.
4) Karena air organik menjadi jernih maka air menjadi lebih mudah mendidih, yang berarti hemat bahan bakar.

Selain berhemat dalam pemanfaatan, kita pun dapat melakukan upaya untuk mengurangi kecepatan air hujan dan air permukaan tanah menuju ke laut. Caranya antara lain dengan:
1) Menanam pohon dan tumbuhan bawah lainnya, sehingga air hujan dapat meresap ke dalam tanah, tidak langsung mengalir menuju sungai. Penanaman pohon dan tumbuhan ini dapat membantu mengurangi erosi dan banjir.
2) Halaman rumah jangan di-plester dengan semen, lebih baik dengan menggunakan conblok atau dengan batu kerikil. Lebih baik lagi ditanami dengan rerumputan dan semak-semak hias.
3) Membuat sumur resapan atau biopori di halaman rumah kita atau di lingkungan kita lainnya (sekolah atau kantor). Sumur/biopori ini berfungsi untuk menyuntikkan air hujan langsung ke dalam tanah, agar tidak terlalu banyak mengalir di permukaan tanah.

Tindakan kita itu mungkin tergolong kecil dan tidak memberikan pengaruh yang nyata (signifikan), tetapi jika dilakukan oleh banyak orang hasilnya akan menjadi nyata, yaitu memberikan pengaruh yang positif bagi kelestarian air. Apa pun juga, kelestarian alam dan air tawar yang layak pakai tergantung kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu semua manusia yang hidup di bumi ini. Mulailah dari sekarang dan dari yang terkecil atau cara termudah yang dapat kita lakukan.


Salam lestari!

Jumat, 02 Juli 2010

TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 3

Selama saya menjalankan ibadah haji ada beberapa kesan yang saya peroleh di sana dan saya tuangkan dalam bentuk tips-tips. Mungkin kesan-kesan tersebut dapat bermanfaat bagi calon jamaah haji Indonesia lainnya. Hal yang harus diingat adalah “Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung”. Kita harus menghormati dan memperhatikan adat istiadat serta kebiasaan yang ada pada tempat yang kita kunjungi.

1. Penting bagi kaum perempuan

Selama manasik haji di Indonesia, kami selalu diingatkan oleh pengajar kami tentang kewaspadaan kaum perempuan selama di wilayah Arab terhadap keamanan diri. Kaum lelaki pun harus mewaspadainya karena mereka sebagai pelindung bagi kaum perempuan. Dalam hal ini kita tak perlu memikirkan tentang emansipasi perempuan dan sebagainya daripada mengalami tindakan kejahatan yang dapat berakibat kematian.

Di tanah suci yang tinggal tidak saja para jamaah haji, tetapi juga ada penduduk asli bangsa Arab dan para pekerja dari mancanegara lainnya seperti dari Afrika dan juga Asia lainnya. Meskipun mereka beragama Islam, tetapi belum tentu mereka berperilaku islami.

a. Cara berbicara

Kaum perempuan jangan berbicara dengan cara yang menggoda kepada orang bukan muhrimnya, seperti bergaya manja, termasuk saat menawar dagangan. Hal ini perlu diperhatikan agar perempuan tidak mengalami pelecehan seksual. Jika perempuan berbicara dengan ramah dan cenderung manja, maka pedagang akan menganggap perempuan itu menggoda mereka. Cara pedagang tsb melecehkan perempuan dapat melalui kata-kata atau dengan menjamah tubuh. Oleh karena itu, perempuan harus berbicara dengan tegas dan singkat, termasuk saat menawar. Jangan kuatir soal bahasa, rata-rata pedagang Arab di Makkah dan Madinah dapat berbahasa Indonesia, akibat banyaknya jumlah jamaah haji dan umrah dari Indonesia, dan rata-rata jamaah tersebut suka berbelanja.

b. Bepergian

Di zaman modern ini adalah hal yang umum jika seorang perempuan bepergian seorang diri, tetapi hal ini tak dapat dilakukan di tanah suci. Salah satu syarat untuk jamaah perempuan adalah adanya muhrim. Hal ini ada benarnya, karena keselamatan perempuan sangat tergantung pada perlindungan lelaki di sekitarnya. Saat manasik haji, kami sering diingatkan akan hal itu, tetapi saat di sana tetap saja ada yang melanggarnya. Maktab kami di Makkah berjarak 500 m dari mal di Zahir. Lingkungannya tidak ramai. Satu hari salah satu jamaah perempuan pergi sendirian ke mal, Di tengah perjalanan, perempuan tsb diseret beberapa lelaki untuk dibawa masuk ke mobil, syukur alhamdulillah, tak jauh dari lokasi kejadian ada rombongan jamaah Indonesia lainnya yang melihat dan meneriaki pelaku tsb, sehingga perempuan tsb pun dilepaskan kembali. Himbauan pengajar saat manasik tentang “Jangan tinggalkan perempuan sendirian di mobil bersama supir” adalah benar adanya dan harus disiplin diikuti. Jadi lelaki masuk lebih dulu ke taksi atau mobil omprengan disusul perempuan, ketika turun perempuan duluan baru disusul lelaki. Apapun juga doa dan disiplin harus ditegakkan agar selamat.

2. Penipuan

Hati-hati dengan berbagai modus penipuan, baik terkait barang dagangan atau hewan qurban/dam. Pada umumnya yang banyak menipu para jamaah haji Indonesia adalah orang Indonesia juga, entah dia pekerja atau mukimin (orang yang bermukim di sana). Adalah hal yang wajar, jika seseorang lebih mudah mempercayai orang sebangsanya dibandingkan orang dari bangsa lain. Oleh karena cara berpikir inilah maka para penipu berbangsa Indonesia ini mencari sasaran jamaah haji Indonesia. Para penipu itu tahu bahwa jamaah Indonesia umumnya membawa uang lebih banyak daripada yang dibutuhkannya, karena jamaah tersebut pasti akan berbelanja di sana, jarang jamaah haji Indonesia yang miskin dan meminta-minta di sana seperti jamaah dari negara lainnya.

3. Pencurian/copet

Wilayah yang banyak terjadi kejahatan adalah di sekitar Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Jamarat (tempat lontar jumrah). Tiga tempat ini adalah tempat bertumpuknya orang yang akan melakukan ibadah, di tengah-tengah sesaknya manusia ada kriminal yang mencari kesempatan untuk mencopet. Pelakunya berasal dari berbagai usia, mulai anak hingga dewasa, baik lelaki atau perempuan. Jamaah kita sering menggunakan kaus kangguru yaitu kaus berkantung untuk menympan uang agar aman. Ternyata pencopet itu juga cerdik, mereka dapat merogoh ke dalam baju kita untuk mencopet. Umumnya pencopet itu tidak sendiri tetapi bergerombol. Jadi waspadalah saat di tanah suci khususnya saat dalam kerumunan manusia, seperti saat kita berada di pasar menjelang lebaran di mana copet banyak berkeliaran. Bagaimana caranya agar tidak kecopetan? Semua kita kembalikan kepada Allah SWT, yang pertama adalah luruskan niat kita ke tanah suci hanya karena Allah semata, bukan untuk belanja; dan yang kedua adalah perbanyak infak, lebih baik lagi wakaf tunai, sebelum kita berangkat agar kita dilindungi oleh Allah SWT selama di sana.

Sekian dulu tulisan saya ini. Jika ada yang tidak berkenan, mohon maaf atas kesalahan saya tersebut. Apa pun juga hanya Allah SWT yang Maha Tahu akan segalanya. Wassalam.....

Kamis, 01 Juli 2010

TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 2

Artikel ini lanjutan dari TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 1. Tips ini masih ada kaitannya dengan iklim tanah suci Makkah dan Madinah yang berbeda dengan iklim Indonesia.

2. PAKAIAN

Pakaian ihram untuk kaum lelaki adalah dua kain yang tidak berjahit. Warna kain umumnya putih. Saat ber-ihram, lelaki dilarang menggunakan pakaian dalam. Pakaian dalam meskipun tidak berjahit, tetapi memiliki sifat mengikuti bentuk tubuh, hal ini yang dilarang.
Berbeda dengan pakaian ihram untuk kaum perempuan. Pakaian ihram perempuan lebih bebas, yang harus terbuka adalah muka dan kedua telapak tangan, jadi seperti saat kita menutupi aurat untuk melaksanakan sholat. Warna pakaian bebas, boleh berwarna-warni. Pada prinsipnya pakaian perempuan tidak boleh ketat sehingga memperlihatkan bentuk tubuh.
Berdasarkan pengamatan saya, pakaian berwarna putih termasuk rawan tembus pandang. Oleh karena itu, pakaian putih harus diberi lapisan dalam (vooring) yang cukup tebal agar pakaian dalam tidak tampak. Disamping itu memang masih perlu menggunakan kaus dalam yang panjang dan celana/rok dalaman yang panjang. Oleh karena banyak lapisannya, hal ini cukup membuat yang bersangkutan menjadi kepanasan (gerah). Debu-debu di Makkah dan Madina itu sangat halus dan mudah menempel di pakaian. Pada saat perempuan berwudhu, kadangkala air wudhu menempel di pakaian, akibatnya debu-debu yang sudah menempel tersebut membentuk noda di pakaian. Noda-noda inilah yang membuat kita menjadi tidak nyaman akan kesucian pakaian kita untuk sholat dan memasuki mesjid. Pada saat pelaksanaan haji di ARMINA, kita tidak dapat leluasa berganti pakaian karena tak yang kita bawa hanyalah tas kecil dan untuk berganti pakaian pun tidak boleh sembarangan, karena kita tidur di tenda-tenda terbuka. Selain pakaian putih, pakaian berwarna gelap sangat diperlukan baik oleh perempuan dan lelaki.
Bagi jamaah lelaki yang ingin dapat mencium Hajar Aswad, saat tidak berpakaian ihram, lebih baik tidak menggunakan pakaian berkancing depan. Pada saat berdesakan dan berebut untuk mencium Hajar Aswad, adalah hal yang biasa untuk saling tarik menarik pakaian. Oleh karena itu, pakaian yang tidak berkancing akan lebih awet.
Terkait pakaian, pasti ada urusan cuci pakaian. Pada saat di maktab, kita dimungkinkan untuk mencuci pakaian kita sendiri. Oleh karena keringat di sana cepat menguap, jadi tidak perlu sering-sering kita berganti pakaian dan mencucinya. Khusus untuk kain ihram lelaki, tidak perlu mencuci sendiri kalau perlu bawa saja ke laundry. Di Makkah banyak dijumpai laundry di sekitar maktab jamaah haji. Sepasang kain ihram dikenakan biaya sekitar 6 riyal. Apa alasan kain ihram dicuci di laundry? Alasan utamanya adalah penghematan air, jangan sampai gara-gara semua jamaah lelaki mencuci kain ihramnya kemudian satu maktab dengan sekitar 1200 penghuninya kekurangan air bersih untuk kebutuhan pokoknya, yaitu wudhu, buang hajat dan mandi. Di samping keterbatasan air, juga keterbatasan tempat untuk menjemur kain ihram menjadi alasan kedua untuk tidak mencuci sendiri di maktab.


3. MAKAN-MINUM

Komentar yang boleh diutarakan terkait makanan dan minuman di tanah suci hanya ada dua, yaitu: Enak dan Enak Sekali. Jangan pernah mengeluarkan pernyataan “Tidak enak” terhadap makanan dan minuman yang kita terima. Percaya atau tidak, akibatnya orang tersebut akan merasakan makanan-minuman yang dihadapinya tersebut tidak enak terus menerus. Oleh karena itu, orang tersebut harus segera melaksanakan Sholat Taubat dua raka’at untuk mohon ampunan atas kesalahan dalam mencela makanan-minuman yang tersaji untuknya.
Makanan di Makkah-Madinah umumnya adalah makanan bangsa Arab yang banyak bumbu (spicy). Bagi jamaah yang peka alat pencernaannya, perlu berhati-hati dalam mencicip makanan yang tersedia di sana, disamping itu perlu mengukur banyaknya makanan yang masuk perut, agar tidak terlalu sering ke toilet, apalagi kedua masjid tersebut meskipun tersedia toilet, tetapi letaknya agak jauh dari masjid sehingga membutuhkan waktu untuk bolak baliknya. Saya informasikan bahwa jalan menuju toilet di mesjid-mesjid besar di Makkah dan Madinah banyak yang menggunakan tangga berjalan (escalator), oleh karena itu bagi jamaah perempuan yang belum terbiasa menggunakannya harus berhati-hati memperhatikan pakaiannya. Beberapa kali saya melihat jamaah dari India dan daerah sekitarnya yang mengalami kecelakaan akibat pakaian yang terjepit tangga berjalan sehingga mereka jatuh.

4. TAS

Jamaah haji Indonesia mendapat dua tas besar dari pemerintah dengan nama armada penerbangan masing-masing, yaitu satu koper besar dan satu tas jinjing. Dua tas itu yang boleh masuk ke pesawat, koper masuk bagasi dan tas jinjing yang dibawa ke kabin. Namun saat di Makkah dan Madinah kita perlu juga tas yang cukup besar untuk membawa keperluan kita ke masjid. Tas itu dapat berupa ransel atau tas jinjing/selempang. Tas tsb gunanya untuk membawa Al Qur’an, sajadah, mukenah dan plastik tempat sandal/sepatu. Al Qur’an yang kita bawa lebih baik yang dilengkapi terjemahan, sehingga saat di tanah suci pengetahuan dan pemahaman kita tentang isi Al Qur’an semakin banyak, insya Allah, sepulang kita ke tanah air keimanan kita akan bertambah tebal. Terkait alas kaki, saya mengalami kesulitan juga. Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu memiliki banyak pintu dan letaknya yang berjauhan, sehingga membuat kita bingung di mana letak pintu yang kita masuki tadi. Memang disediakan loker untuk meletakkan alas kaki, yang berarti kita harus menghafal di mana kita meletakkannya. Pada musim haji, jamaah yang datang ke tanah suci berjuta orang. Di dalam masjid pun dilakukan pengaturan shaf-shaf, yang dapat mengakibatkan kita bergeser jauh dari tempat awal kita. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan kita dengan posisi awal kita saat masuk ke dalam masjid. Dengan membawa alas kaki bersama kita, maka ruang gerak kita pun akan lebih leluasa, tanpa rasa bingung. Kemungkinan hilangnya alas kaki pun ada, apalagi saat pelaksanaan haji, di mana jutaan orang berkumpul di Masjidil Haram, sehingga alas kaki tertendang ke sana ke mari, lalu berakhir disapu oleh mesin penyapu, dan jamaah pun harus pulang tanpa alas kaki.

5. SAJADAH

Ukuran sajadah yang ideal adalah 100 cm x 50 cm. Ukuran tsb saya katakan ideal karena sudah mencukupi kebutuhan kita akan ruang untuk shalat tanpa harus mengurangi ruang orang lain serta mengikuti hukum syariah shalat berjamaah, yaitu tubuh harus rapat satu sama lain dan lurus, jangan ada ruang di antara dua orang. Fungsi sajadah di dua masjid ini, pertama adalah untuk menandakan posisi kita, di mana letak sujud kita. Penandaan posisi ini penting, berdasarkan pengalaman saya, jamaah haji dari India dan Turki sering nekad duduk di depan kita, jika kita tidak menandainya dengan sajadah. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam shalat, karena pasti shaf menjadi tidak lurus lagi. Fungsi kedua sajadah adalah untuk alas duduk saat kita menunggu waktu shalat. Lantai di dua masjid ini berupa marmer, sehingga terasa dingin di tubuh. Duduk berjam-jam di lantai marmer dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta dapat masuk angin.

Sekian dulu, semoga tulisan ini bermanfaat. Wal allaahu ‘alam.

Jumat, 11 Juni 2010

TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 1

Pada saat saya melaksanakan ibadah haji di tahun 1430 H (2009), saya mencatat beberapa hal penting berdasarkan pengalaman yang perlu diperhatikan oleh calon jamaah haji (Calhaj) Indonesia, terkait dengan kebiasaan hidup yang berbeda akibat letak geografis yang berbeda.

Indonesia adalah salah satu negara beriklim tropis, beriklim panas dengan curah hujan yang cukup, temperatur udara antara 24 – 34⁰C serta kelembaban udara yang tinggi (antara 60 – 90%). Akibatnya penduduk Indonesia banyak berkeringat saat cuaca panas, sehingga kita umum menjumpai pakaian seseorang yang basah akibat keringat bercucuran. Berbeda dengan kondisi di Makkah-Madinah, tempat kaum muslim berhaji. Dua kota suci ini beriklim gurun (padang pasir) kering, Sinar matahari yang terik dan berlimpah, temperatur saat musim dingin adalah 25⁰C di siang hari turun menjadi 17⁰C di malam hari; sebaliknya di musim panas temperaturnya 40⁰C (siang hari) turun menjadi 30⁰C di malam hari. Kelembaban udara yang rendah, rata-rata 46%. Keringat yang bercucuran pun cepat menguap, baju yang kita pakai pun tak sempat basah kuyup. Curah hujan sedikit, umumnya di bulan November sampai dengan Januari. Saya mengalami hujan lebat saat masih di Makkah yang mengakibatkan banjir di sekitar Makkah termasuk Arafah pada tgl 8 Dzulhijjah 1430 H (25 November 2009).

Catatan yang telah saya buat adalah sebagai berikut:
1. MANDI dan KAKUS
Terkait dengan cuaca dan keringat, maka wajar jika penduduk Indonesia sering mandi dengan menggunakan sabun untuk menghilangkan keringat yang akan mendatangkan bau badan. Berbeda dengan penduduk Arab Saudi, mereka tidak sesering penduduk Indonesia dalam hal mandi, cukup satu kali sehari. Alasannya, semakin sering mandi dengan menggunakan sabun yang bersoda akan membuat kulit kita semakin kering. Akibat kulit yang kering akan timbul rasa gatal-gatal, oleh karena itu harus banyak minum air agar tidak kekurangan cairan tubuh. Keringat yang keluar dan langsung menguap di kawasan padang pasir ini bagaikan minyak yang melumasi tubuh, jadi cukup satu kali sehari dibersihkan dengan mandi. Subhaanallah.
Anjuran untuk menggunakan sabun yang tidak bersoda pun membantu untuk mencegah kekeringan kulit tubuh, tetapi untuk mencari sabun seperti itu di Indonesia cukup merepotkan, karena termasuk permintaan khusus, ini berarti kita harus belanja di Arab Saudi .
Ada alasan lain bagi jamaah Haji Indonesia untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat terkait dengan kebiasaan mandi di Indonesia yang dua kali sehari tersebut. Alasan lainnya adalah:

a) Air bersih termasuk barang langka yang perlu di-HEMAT. Air leding di Arab Saudi merupakan hasil desalinasi (penyulingan air laut menjadi air tawar), sehingga rasanya agak asin walaupun masih dapat digunakan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, air tawar menjadi barang langka di sana.
Bagi jamaah yang tidak pernah mengalami kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan sehari-harinya, hal ini agak sulit, tetapi dalam rangka kita beribadah perlu kita meningkatkan rasa empati kita kepada orang-orang yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Arti EMPATI adalah merasakan diri ke dalam suatu situasi yang berbeda dengan yang biasa dialaminya, misalnya: kita tak pernah mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, kemudian kita membangun perasaan seolah-olah kita mengalami kesulitan seperti orang lain tersebut dan selanjutnya kita berusaha untuk mengendalikan diri kita. Insya Allah dengan rasa empati kita tersebut, Allah SWT akan memberikan ridho-Nya atas perbuatan kita yang sederhana ini, hal ini merupakan salah satu nilai tambah kita saat beribadah di tanah suci, dan semoga akan terus terjaga hingga kembali ke tanah air, yaitu rasa sayang menyayangi dan kepedulian sesama atas landasan iman.

b) Kamar mandi terbatas. Saat di maktab (penginapan) di Makkah dan Madinah (kami termasuk jamaah biasa, bukan ONH Plus), satu kamar mandi digunakan oleh sekitar 12 – 14 orang secara bergiliran. Pada saat pelaksanaan ibadah haji di Arafah-Muzdalifah dan Mina (ARMINA), satu kamar mandi digunakan oleh puluhan orang bahkan lebih dari seratus orang secara bergiliran. Pada saat inilah kita perlu untuk menekan keegoisan (rasa ke-aku-an) kita sendiri, dengan cara mengurangi kebiasaan mandi kita, cukuplah kita memenuhi kebutuhan pokok kita untuk membuang hajat (buang air besar dan kecil), itu pun cukup menambah waktu antrian pengguna kamar mandi. Peluang waktu untuk mandi adalah saat di Mina, di mana ada jamaah yang pergi melontar jumrah atau ada yang pergi melaksanakan thawaf ifadhah dan sai di Makkah, sehingga ada kesempatan berupa waktu yang sempit untuk mandi, itu pun harus dengan cara mandi yang kilat. Usahakan kita di dalam kamar mandi hanya 5 - 10 menit, jadi kita harus mempersiapkan penggunaan pakaian yang praktis dan peralatan toilet yang praktis pula (mudah diambil dan disimpan dalam waktu singkat).
Saat di Mina, saya mengalami beberapa kejadian yang tidak menyenangkan yaitu sudah banyak pengantri di depan kamar mandi (sekaligus WC/toilet/kakus), ada jamaah (wanita) yang dengan tenang mandi, keramas, gosok gigi dan mencuci pakaian di dalam kamar mandi, total waktu yang dihabiskannya melebihi waktu dari 15 menit. Hal yang ironis sekali pada saat kita masih menjalankan ibadah haji ada yang memikirkan diri sendiri seperti itu, bagaimana perilaku orang tersebut di tanah air yang jelas-jelas di luar waktu ibadah. Jika kita menginginkan haji yang MABRUR (yang mendapatkan ridho Allah SWT) tentunya kita harus menjaga perilaku kita agar tujuan kita itu terlaksana, jangan sampai menjadi haji “mabur” (istilah bahasa Jawa untuk terbang, karena semua jamaah haji Indonesia sekarang menggunakan alat transportasi pesawat terbang).
Di samping itu, saat di Mina, terjadi kecelakaan di kamar mandi. Bentuk kamar mandi di ARMINA umumnya adalah bilik dengan ukuran 1,2 m x 0,8 m. Kamar mandi menggunakan semprotan (shower) di atas kepala, di area kaki kita adalah WC/kakus jongkok atau duduk. Fondasi bangunan kamar mandi bukan permanen, karena dibangun di atas pasir, oleh karena itu sudah dihitungkan besarnya kekuatan menahan beban satu orang pengguna. Kecelakaan terjadi karena yang masuk ke kamar mandi kecil tersebut lebih dari satu orang, akibatnya lantai kamar mandi runtuh yang mengakibatkan pengguna tersebut masuk ke lubang septic tank. Mengapa yang masuk lebih dari satu orang? Hal itu karena banyaknya antrian di depan kamar mandi, sehingga menimbulkan ketidaksabaran atau ketidakkuatan dalam menahan buang hajat. Oleh karena itu, kita perlu merubah pola pikir dan kebiasaan kita di negeri orang, mana yang perlu dipertahankan dan mana yang dapat diubah itu adalah pilihan kita. Namun demikian, Allah SWT akan ridho kepada umatnya yang sabar, yaitu mampu menahan emosi dan rasa ke-aku-an, contohnya: dengan mengurangi frekuensi mandi di kawasan yang sulit air dan kamar mandi yang terbatas.
Kejadian di Arafah lain lagi. Toilet untuk maktab kami ternyata belum selesai 100 persen. Toilet kami tersebut belum ada aliran listrik untuk lampunya. Saat saya tiba di Arafah sudah larut malam. Ketika saya ke toilet ternyata gelap gulita, untung di dalam tas paspor saya (tas kecil yang diperoleh dari pemerintah via armada penerbangan) ada lampu senter. Dengan pencahayaan dari lampu senter, saya masih dapat memeriksa kondisi toilet untuk menghindari najis sehingga dengan tenang saya dapat melaksanakan kebutuhan pokok saya. Kesimpulannya: siapkan lampu senter kecil yang cukup masuk ke tas paspor untuk berjaga-jaga. Padahal tujuan awal dari penggunaan lampu senter tersebut adalah untuk mencari batu kerikil yang akan digunakan saat lontar jumrah, ternyata lebih dulu digunakan saat di Arafah.

Hal lain yang perlu ditekankan pada saat manasik haji di tanah air adalah pentingnya hadits yang berbunyi “Kebersihan adalah sebagian dari iman”. Hal ini penting karena saya masih menjumpai adanya najis yang dibuang tidak pada tempatnya, sesuatu yang tidak islami dan menghalangi kesucian diri, di area umum seperti saat pelaksanaan haji (ARMINA), tempat istirahat antara Makkah-Madinah, juga di bandara. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak terbiasa dengan bentuk toiletnya atau keterbatasan tersedianya kakus.
Disamping itu, kita perlu menjaga ucapan kita, jangan sampai keluar kata-kata mencela, kata-kata buruk atau makian yang mungkin saja keluar saat mengantri dan melihat hal-hal yang buruk. Saat di tanah suci, akibat ucapan buruk yang keluar dari mulut kita, kita langsung mendapat sanksi dari Allah SWT. Jadi lebih baik kita mengucapkan istighfar saja.
Wal allaahu ‘alam.

Satu hal yang umum dijumpai di Indonesia tetapi tidak ada di Arab Saudi adalah bak mandi dan gayungnya. Di sana serba menggunakan kran dan selang semprot. Oleh karena itu perlu adanya adaptasi kebiasaan yang terkait dengan kamar mandi. Tempat wudhu selalu tersedia, sehingga tidak perlu berwudhu di dalam kamar mandi atau toilet.

Sekian dulu untuk tips praktis untuk berhaji yang pertama. oleh karena pengalaman terkait mandi dan kakus saja ternyata ternyata sudah sedemikian panjang, maka perihal lainnya di artikel selanjutnya. Terima kasih.

Rabu, 09 Juni 2010

RPH MINA

Hari melaksanakan jumrah yang pertama (aqabah) jatuh pada hari Nahar/hari Raya Qurban. Jamaah haji menginap di Mina sejak tgl 10 Dzulhijjah sampai tgl 12 atau 13 Dzulhijjah (tergantung nafar awal atau nafar tsani). Jamaah dapat menyembelih hewan dam-nya dan juga berqurban pada saat tinggal di Mina. Tulisan ini terkait dengan tulisan sebelumnya, yaitu tentang Dam Haji.

Di atas terowongan Mina dari arah tempat lontar jumrah ke arah maktab Indonesia, tampak tulisan arah ke Muassiem Slaughter House (rumah pemotongan hewan/RPH). RPH ini dibangun oleh Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2001 dengan biaya 470 juta Riyal (125 juta dolar AS). RPH ini mempekerjakan 10.000 pekerja untuk menyembelih 200.000 ekor per hari. Mereka bekerja dengan sistem shift 12 jam-an. Hewan tetap disembelih dengan pisau secara Islam oleh pejagal yang berpengalaman. Pengulitan, pemotongan dan pengangkutan dibantu oleh mesin.

RPH di Mina ada dua, yaitu satu RPH untuk hewan qurban yang berukuran kecil seperti kambing dan domba; dan satu RPH untuk hewan yang berukuran besar seperti sapi dan unta. Rinciannya sebagai berikut:

1. RPH hewan berukuran kecil
Letak RPH ini dekat Terowongan Mina III. Ternyata RPH (Slaughter House) tersebut hanya berjarak sekitar 1,5-2 km dari maktab Indonesia. Prosedur pembelian dan penyembelihan hewan qurban berukuran kecil adalah sebagai berikut:
a. Pertama, mendaftar ke loket untuk membayar pembelian hewan, kemudian mendapat kupon pembelian. Harga satu kambing 430 Riyal (pada tahun 2009).
b. Setelah itu pequrban masuk ke lokasi pemilihan hewan qurban. Pequrban dapat langsung memilih hewan yang dikehendaki.
c. Hewan yang sudah dipilih lalu langsung disembelih oleh petugas, kemudian dikuliti.
d. Petugas memberikan kupon untuk pengambilan jatah bagian hewan sembelihan kepada pequrban.
e. Di loket pengambilan jatah, kupon diserahkan dan pequrban memperoleh bagian hewan jatahnya.
f. Kami selaku jamaaah haji tak mungkin memasak bagian hewan tersebut, ternyata di luar RPH sudah banyak kaum dhuafa yang berhak menerimanya, maka kami dapat langsung memberikan jatah kami kepada mereka.

2. RPH hewan berukuran besar
RPH ini berlokasi agak lebih jauh lagi. Perjalanan yang ditempuh berjalan kaki lebih kurang 20-30 menit dari maktab Indonesia. Prosedurnya berbeda dengan RPH yang pertama. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Pertama, pequrban memilih hewan yang diminati. Setelah itu dilakukan tawar menawar harga.
b. Setelah harga disepakati, pequrban membayarnya kepada penjual dan juga harus membeli kupon upah potong sebesar 150 riyal.
c. Hewan yang sudah dipilih lalu langsung disembelih oleh petugas.
d. Petugas memberikan kupon untuk pengambilan jatah bagian hewan sembelihan kepada pequrban.
e. Di loket pengambilan jatah, kupon diserahkan dan pequrban memperoleh bagian hewan jatahnya.
f. Jatah daging tersebut dapat diberikan kepada kaum dhuafa yang sudah menunggu di luar RPH.

Hewan-hewan qurban yang telah disembelih kemudian ada yang langsung dibagikan ke orang miskin di Arab Saudi dan ada yang dikalengkan untuk kemudian dikirim ke daerah-daerah miskin di belahan dunia lainnya, termasuk juga daerah konflik. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, di mana hewan qurban dalam jumlah banyak disebarkan kepada mustahik di luar Arab Saudi.

Wallahu ‘alam.

Senin, 05 April 2010

DAM HAJI

Dalam pelaksanaan haji dikenal istilah dam. Menurut Kamus Istilah Fiqih (M.A Mujieb et al., 1994), DAM adalah denda yang terkait pelaksanaan haji/umrah karena meninggalkan kewajiban haji/umrah (seperti meninggalkan kewajiban lontar jumrah, tidak mabit di Muzdalifah, dll), atau melakukan larangan-larangan ihram (seperti berburu, menebang pohon di tanah haram, memotong rambut/kuku, dll), juga pelaksanaan haji Tamattu’, yaitu sebelum melaksanakan haji seseorang telah melakukan umrah di bulan haji, dan haji Qiran, yaitu melaksanakan haji dan umrah pada saat bersamaan. Selain itu dam juga digunakan untuk pelanggaran lain, contohnya: tidak dapat melaksanakan thawaf wada karena uzur sakit sedangkan yang bersangkutan harus kembali ke tanah air, padahal sebelumnya mampu melaksanakan thawaf ifadhah, kecuali perempuan yang terhalang oleh haid/nifas. Kala kami haji 1430 H, kami termasuk Kloter 2, jadi selesai pelaksanaan ibadah haji, kami harus pulang ke Indonesia. Mertua saya sakit karena kelelahan dan usia tua sehingga tak dapat melaksanakan thawaf wada, maka kami membayar dam di Al Rajhi Bank sebesar 430 Riyal.

Jamaah haji Indonesia pada umumnya melaksanakan haji Tamattu, jadi harus membayar dam. Yang menjadi masalah adalah kapan kita membayar dam atau menyembelih hewan dam tersebut?

Berdasarkan pengalaman kami saat melaksanakan ibadah haji 1430 H, kami mengalami kerancuan terkait pembayaran dam ini. Kronologisnya:
1. Kami menyembelih hewan untuk membayar dam segera setelah kami menyelesaikan ibadah umrah kami. Hal ini kami laksanakan karena mendapat rekomendasi dari pimpinan kelompok terbang (kloter) kami. Alasannya harga hewan sembelihan masih murah karena waktunya masih jauh dari Hari Raya Qur’ban, dan ada fatwa ulama yang mendukungnya.
2. Selain itu, ada kawan kami yang langsung membayar ke Islamic Development Bank atau bank perwakilan (contoh Al Rajhi Bank) yang mengurus pembayaran dam/fidyah/kurban. Kedua bank ini terletak dekat Masjidil Haram, di sebelah Hotel Hilton.
3. Menjelang pelaksanaan haji, pada tgl 6 Dzulhijah, di mesjid dekat tempat tinggal (maktab) kami ada ceramah setelah sholat maghrib dari Syeikh (saya lupa namanya) utusan Kementerian Urusan Agama Pemerintah Saudi Arabia. Salah satu penjelasannya adalah waktu penyembelihan hewan dam Tamattu adalah di Hari Raya Qurban/Hari Nahar (10 Dzulhijah) atau hari tasyriq (11-13 Dzulhijah). Akibat penjelasan Syeikh tersebut, ributlah para jamaah Indonesia yang telah menyembelih hewan seusai pelaksanaan umrah pertama (poin 1). Menurut Syeikh tersebut, fatwa yang melandasi penyembelihan hewan di poin 1 itu lemah. Fatwa yang sesungguhnya adalah penyembelihan di hari Qurban dan Tasyriq. Beliau mengatakan kurban yang telah disembelih di poin 1 dianggap sebagai sedekah, selanjutnya perlu menyembelih lagi sesuai poin 3.


Khutbah syeikh tersebut menguncang hati kami. Akhirnya kami memutuskan untuk menyembelih lagi daripada hati kami tidak yakin akan ke-syah-an ibadah haji kami.

Pada hari Nahar/hari Raya Qurban, semua jamaah haji berada di Mina untuk melempar jumrah. Sepulang dari Jumrah, di atas terowongan Mina, tampak tulisan arah ke Slaughter House (rumah pemotongan hewan/RPH). Letaknya Slaughter House di dekat Terowongan Mina III. Ternyata RPH (Slaughter House) tersebut hanya berjarak sekitar 1,5-2 km dari maktab Indonesia. Pelaksanaan pembelian dan penyembelihan hewan dam di RPH dapat dilaksanakan karena jamaah banyak mempunyai waktu luang (menganggur) saat di Mina ini. Saat di Mina jamaah hanya melaksanakan ibadah melempar jumrah saja, setelah itu kembali ke maktab. Daripada sekedar tidur atau mengobrol di maktab atau belanja, lebih baik meluangkan waktu 3-4 jam pulang pergi ke RPH untuk penyembelihan hewan kurban, akan lebih afdhal ibadah kita.

Suami saya sudah melaksanakan thawaf ifadhah dan sai serta tahallul pada tgl 10 Dzulhijah. Pada tgl 11 Dzulhijah setelah lontar jumrah, suami saya ke RPH tersebut untuk melakukan pembelian dan penyembelihan hewan. Prosesnya sebagai berikut:
a. Pertama, mendaftar ke loket untuk membayar pembelian hewan dam, kemudian mendapat kupon pembelian. Harga satu kambing 430 Riyal.
b. Lalu masuk ke lokasi pemilihan hewan kurban. Pequrban langsung memilih hewan yang dikehendaki.
c. Hewan yang sudah dipilih lalu langsung disembelih oleh petugas, kemudian dikuliti.
d. Petugas memberikan kupon untuk pengambilan jatah bagian hewan sembelihan kepada pequrban.
e. Di loket pengambilan jatah, kupon diserahkan dan pequrban memperoleh bagian hewan jatahnya.
f. Kami selaku jamaaah haji tak mungkin memasak bagian hewan tersebut, ternyata di luar RPH sudah banyak kaum dhuafa yang berhak menerimanya, maka kami dapat langsung memberikan jatah kami kepada mereka.
Selesai sudah proses penyembelihan hewan dam kami. Hati kami pun terasa lega, karena tidak ada ganjalan di hati, akibat pelaksanaan penyembelihan dam yang tidak sesuai syariah.

Berdasarkan hadits sahih Muslim, dari Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. melaksanakan haji wada dan menyediakan binatang sembelihan. Beliau menggiring binatang sembelihan itu dari Dzul Hulaifah. Beliau memulai dengan ihram niat umrah lalu ihram niat haji. Para sahabat ikut mengerjakan haji tamattu bersama Rasulullah saw., mengerjakan umrah dahulu kemudian mengerjakan haji. Sebagian mereka ada yang menyediakan binatang sembelihan dan menggiringnya bersamanya, sebagian yang lain tidak menyediakan binatang sembelihan. Ketika Rasulullah saw. tiba di Mekah, beliau berpidato kepada manusia: Barang siapa di antara kalian yang telah menyiapkan binatang sembelihan, maka hendaklah jangan bertahallul dahulu sebelum ia menyelesaikan ibadah hajinya dan barang siapa di antara kalian yang tidak menyiapkan binatang sembelihan, maka hendaknya ia thawaf di Baitullah, sai antara Shafa dan Marwah, memendekkan rambut kepala dan bertahallul. Kemudian nanti hendaklah ia niat ihram haji (pada hari Tarwiyah) dan menyembelih dam. Sedang barang siapa yang tidak mempunyai binatang sembelihan, maka hendaknya ia berpuasa tiga hari ketika masih dalam ibadah haji dan tujuh hari ketika sudah kembali ke keluarganya. Ketika Rasulullah saw. tiba di Mekah, beliau melaksanakan thawaf. Pertama beliau menyalami hajar Aswad, lalu berlari-lari kecil sebanyak tiga putaran dari tujuh putaran. Setelah menyelesaikan thawaf di Baitullah, beliau melakukan salat sunat dua rakaat di Maqam Ibrahim. Sesudah salam, beliau menuju Shafa dan melaksanakan sai antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Tetapi beliau tidak tahallul (bebas dari pekerjaan yang diharamkan selama ihram) hingga beliau menyelesaikan ibadah hajinya dan menyembelih kurban pada tanggal 10 Dzulhijah lalu bertolak untuk melakukan thawaf ifadhah di Baitullah. Dan setelah itu halal baginya segala yang semula diharamkan kepada beliau. Orang-orang yang telah menyediakan dan membawa binatang sembelihan juga melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah. (Sumber hadits: http://hadith.al-islam.com/Bayan/Display.asp?Lang=ind&ID=685).
Wallahu ‘alam.