Jumat, 11 Juni 2010

TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 1

Pada saat saya melaksanakan ibadah haji di tahun 1430 H (2009), saya mencatat beberapa hal penting berdasarkan pengalaman yang perlu diperhatikan oleh calon jamaah haji (Calhaj) Indonesia, terkait dengan kebiasaan hidup yang berbeda akibat letak geografis yang berbeda.

Indonesia adalah salah satu negara beriklim tropis, beriklim panas dengan curah hujan yang cukup, temperatur udara antara 24 – 34⁰C serta kelembaban udara yang tinggi (antara 60 – 90%). Akibatnya penduduk Indonesia banyak berkeringat saat cuaca panas, sehingga kita umum menjumpai pakaian seseorang yang basah akibat keringat bercucuran. Berbeda dengan kondisi di Makkah-Madinah, tempat kaum muslim berhaji. Dua kota suci ini beriklim gurun (padang pasir) kering, Sinar matahari yang terik dan berlimpah, temperatur saat musim dingin adalah 25⁰C di siang hari turun menjadi 17⁰C di malam hari; sebaliknya di musim panas temperaturnya 40⁰C (siang hari) turun menjadi 30⁰C di malam hari. Kelembaban udara yang rendah, rata-rata 46%. Keringat yang bercucuran pun cepat menguap, baju yang kita pakai pun tak sempat basah kuyup. Curah hujan sedikit, umumnya di bulan November sampai dengan Januari. Saya mengalami hujan lebat saat masih di Makkah yang mengakibatkan banjir di sekitar Makkah termasuk Arafah pada tgl 8 Dzulhijjah 1430 H (25 November 2009).

Catatan yang telah saya buat adalah sebagai berikut:
1. MANDI dan KAKUS
Terkait dengan cuaca dan keringat, maka wajar jika penduduk Indonesia sering mandi dengan menggunakan sabun untuk menghilangkan keringat yang akan mendatangkan bau badan. Berbeda dengan penduduk Arab Saudi, mereka tidak sesering penduduk Indonesia dalam hal mandi, cukup satu kali sehari. Alasannya, semakin sering mandi dengan menggunakan sabun yang bersoda akan membuat kulit kita semakin kering. Akibat kulit yang kering akan timbul rasa gatal-gatal, oleh karena itu harus banyak minum air agar tidak kekurangan cairan tubuh. Keringat yang keluar dan langsung menguap di kawasan padang pasir ini bagaikan minyak yang melumasi tubuh, jadi cukup satu kali sehari dibersihkan dengan mandi. Subhaanallah.
Anjuran untuk menggunakan sabun yang tidak bersoda pun membantu untuk mencegah kekeringan kulit tubuh, tetapi untuk mencari sabun seperti itu di Indonesia cukup merepotkan, karena termasuk permintaan khusus, ini berarti kita harus belanja di Arab Saudi .
Ada alasan lain bagi jamaah Haji Indonesia untuk beradaptasi dengan lingkungan setempat terkait dengan kebiasaan mandi di Indonesia yang dua kali sehari tersebut. Alasan lainnya adalah:

a) Air bersih termasuk barang langka yang perlu di-HEMAT. Air leding di Arab Saudi merupakan hasil desalinasi (penyulingan air laut menjadi air tawar), sehingga rasanya agak asin walaupun masih dapat digunakan untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, air tawar menjadi barang langka di sana.
Bagi jamaah yang tidak pernah mengalami kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan sehari-harinya, hal ini agak sulit, tetapi dalam rangka kita beribadah perlu kita meningkatkan rasa empati kita kepada orang-orang yang mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Arti EMPATI adalah merasakan diri ke dalam suatu situasi yang berbeda dengan yang biasa dialaminya, misalnya: kita tak pernah mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, kemudian kita membangun perasaan seolah-olah kita mengalami kesulitan seperti orang lain tersebut dan selanjutnya kita berusaha untuk mengendalikan diri kita. Insya Allah dengan rasa empati kita tersebut, Allah SWT akan memberikan ridho-Nya atas perbuatan kita yang sederhana ini, hal ini merupakan salah satu nilai tambah kita saat beribadah di tanah suci, dan semoga akan terus terjaga hingga kembali ke tanah air, yaitu rasa sayang menyayangi dan kepedulian sesama atas landasan iman.

b) Kamar mandi terbatas. Saat di maktab (penginapan) di Makkah dan Madinah (kami termasuk jamaah biasa, bukan ONH Plus), satu kamar mandi digunakan oleh sekitar 12 – 14 orang secara bergiliran. Pada saat pelaksanaan ibadah haji di Arafah-Muzdalifah dan Mina (ARMINA), satu kamar mandi digunakan oleh puluhan orang bahkan lebih dari seratus orang secara bergiliran. Pada saat inilah kita perlu untuk menekan keegoisan (rasa ke-aku-an) kita sendiri, dengan cara mengurangi kebiasaan mandi kita, cukuplah kita memenuhi kebutuhan pokok kita untuk membuang hajat (buang air besar dan kecil), itu pun cukup menambah waktu antrian pengguna kamar mandi. Peluang waktu untuk mandi adalah saat di Mina, di mana ada jamaah yang pergi melontar jumrah atau ada yang pergi melaksanakan thawaf ifadhah dan sai di Makkah, sehingga ada kesempatan berupa waktu yang sempit untuk mandi, itu pun harus dengan cara mandi yang kilat. Usahakan kita di dalam kamar mandi hanya 5 - 10 menit, jadi kita harus mempersiapkan penggunaan pakaian yang praktis dan peralatan toilet yang praktis pula (mudah diambil dan disimpan dalam waktu singkat).
Saat di Mina, saya mengalami beberapa kejadian yang tidak menyenangkan yaitu sudah banyak pengantri di depan kamar mandi (sekaligus WC/toilet/kakus), ada jamaah (wanita) yang dengan tenang mandi, keramas, gosok gigi dan mencuci pakaian di dalam kamar mandi, total waktu yang dihabiskannya melebihi waktu dari 15 menit. Hal yang ironis sekali pada saat kita masih menjalankan ibadah haji ada yang memikirkan diri sendiri seperti itu, bagaimana perilaku orang tersebut di tanah air yang jelas-jelas di luar waktu ibadah. Jika kita menginginkan haji yang MABRUR (yang mendapatkan ridho Allah SWT) tentunya kita harus menjaga perilaku kita agar tujuan kita itu terlaksana, jangan sampai menjadi haji “mabur” (istilah bahasa Jawa untuk terbang, karena semua jamaah haji Indonesia sekarang menggunakan alat transportasi pesawat terbang).
Di samping itu, saat di Mina, terjadi kecelakaan di kamar mandi. Bentuk kamar mandi di ARMINA umumnya adalah bilik dengan ukuran 1,2 m x 0,8 m. Kamar mandi menggunakan semprotan (shower) di atas kepala, di area kaki kita adalah WC/kakus jongkok atau duduk. Fondasi bangunan kamar mandi bukan permanen, karena dibangun di atas pasir, oleh karena itu sudah dihitungkan besarnya kekuatan menahan beban satu orang pengguna. Kecelakaan terjadi karena yang masuk ke kamar mandi kecil tersebut lebih dari satu orang, akibatnya lantai kamar mandi runtuh yang mengakibatkan pengguna tersebut masuk ke lubang septic tank. Mengapa yang masuk lebih dari satu orang? Hal itu karena banyaknya antrian di depan kamar mandi, sehingga menimbulkan ketidaksabaran atau ketidakkuatan dalam menahan buang hajat. Oleh karena itu, kita perlu merubah pola pikir dan kebiasaan kita di negeri orang, mana yang perlu dipertahankan dan mana yang dapat diubah itu adalah pilihan kita. Namun demikian, Allah SWT akan ridho kepada umatnya yang sabar, yaitu mampu menahan emosi dan rasa ke-aku-an, contohnya: dengan mengurangi frekuensi mandi di kawasan yang sulit air dan kamar mandi yang terbatas.
Kejadian di Arafah lain lagi. Toilet untuk maktab kami ternyata belum selesai 100 persen. Toilet kami tersebut belum ada aliran listrik untuk lampunya. Saat saya tiba di Arafah sudah larut malam. Ketika saya ke toilet ternyata gelap gulita, untung di dalam tas paspor saya (tas kecil yang diperoleh dari pemerintah via armada penerbangan) ada lampu senter. Dengan pencahayaan dari lampu senter, saya masih dapat memeriksa kondisi toilet untuk menghindari najis sehingga dengan tenang saya dapat melaksanakan kebutuhan pokok saya. Kesimpulannya: siapkan lampu senter kecil yang cukup masuk ke tas paspor untuk berjaga-jaga. Padahal tujuan awal dari penggunaan lampu senter tersebut adalah untuk mencari batu kerikil yang akan digunakan saat lontar jumrah, ternyata lebih dulu digunakan saat di Arafah.

Hal lain yang perlu ditekankan pada saat manasik haji di tanah air adalah pentingnya hadits yang berbunyi “Kebersihan adalah sebagian dari iman”. Hal ini penting karena saya masih menjumpai adanya najis yang dibuang tidak pada tempatnya, sesuatu yang tidak islami dan menghalangi kesucian diri, di area umum seperti saat pelaksanaan haji (ARMINA), tempat istirahat antara Makkah-Madinah, juga di bandara. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak terbiasa dengan bentuk toiletnya atau keterbatasan tersedianya kakus.
Disamping itu, kita perlu menjaga ucapan kita, jangan sampai keluar kata-kata mencela, kata-kata buruk atau makian yang mungkin saja keluar saat mengantri dan melihat hal-hal yang buruk. Saat di tanah suci, akibat ucapan buruk yang keluar dari mulut kita, kita langsung mendapat sanksi dari Allah SWT. Jadi lebih baik kita mengucapkan istighfar saja.
Wal allaahu ‘alam.

Satu hal yang umum dijumpai di Indonesia tetapi tidak ada di Arab Saudi adalah bak mandi dan gayungnya. Di sana serba menggunakan kran dan selang semprot. Oleh karena itu perlu adanya adaptasi kebiasaan yang terkait dengan kamar mandi. Tempat wudhu selalu tersedia, sehingga tidak perlu berwudhu di dalam kamar mandi atau toilet.

Sekian dulu untuk tips praktis untuk berhaji yang pertama. oleh karena pengalaman terkait mandi dan kakus saja ternyata ternyata sudah sedemikian panjang, maka perihal lainnya di artikel selanjutnya. Terima kasih.

Rabu, 09 Juni 2010

RPH MINA

Hari melaksanakan jumrah yang pertama (aqabah) jatuh pada hari Nahar/hari Raya Qurban. Jamaah haji menginap di Mina sejak tgl 10 Dzulhijjah sampai tgl 12 atau 13 Dzulhijjah (tergantung nafar awal atau nafar tsani). Jamaah dapat menyembelih hewan dam-nya dan juga berqurban pada saat tinggal di Mina. Tulisan ini terkait dengan tulisan sebelumnya, yaitu tentang Dam Haji.

Di atas terowongan Mina dari arah tempat lontar jumrah ke arah maktab Indonesia, tampak tulisan arah ke Muassiem Slaughter House (rumah pemotongan hewan/RPH). RPH ini dibangun oleh Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2001 dengan biaya 470 juta Riyal (125 juta dolar AS). RPH ini mempekerjakan 10.000 pekerja untuk menyembelih 200.000 ekor per hari. Mereka bekerja dengan sistem shift 12 jam-an. Hewan tetap disembelih dengan pisau secara Islam oleh pejagal yang berpengalaman. Pengulitan, pemotongan dan pengangkutan dibantu oleh mesin.

RPH di Mina ada dua, yaitu satu RPH untuk hewan qurban yang berukuran kecil seperti kambing dan domba; dan satu RPH untuk hewan yang berukuran besar seperti sapi dan unta. Rinciannya sebagai berikut:

1. RPH hewan berukuran kecil
Letak RPH ini dekat Terowongan Mina III. Ternyata RPH (Slaughter House) tersebut hanya berjarak sekitar 1,5-2 km dari maktab Indonesia. Prosedur pembelian dan penyembelihan hewan qurban berukuran kecil adalah sebagai berikut:
a. Pertama, mendaftar ke loket untuk membayar pembelian hewan, kemudian mendapat kupon pembelian. Harga satu kambing 430 Riyal (pada tahun 2009).
b. Setelah itu pequrban masuk ke lokasi pemilihan hewan qurban. Pequrban dapat langsung memilih hewan yang dikehendaki.
c. Hewan yang sudah dipilih lalu langsung disembelih oleh petugas, kemudian dikuliti.
d. Petugas memberikan kupon untuk pengambilan jatah bagian hewan sembelihan kepada pequrban.
e. Di loket pengambilan jatah, kupon diserahkan dan pequrban memperoleh bagian hewan jatahnya.
f. Kami selaku jamaaah haji tak mungkin memasak bagian hewan tersebut, ternyata di luar RPH sudah banyak kaum dhuafa yang berhak menerimanya, maka kami dapat langsung memberikan jatah kami kepada mereka.

2. RPH hewan berukuran besar
RPH ini berlokasi agak lebih jauh lagi. Perjalanan yang ditempuh berjalan kaki lebih kurang 20-30 menit dari maktab Indonesia. Prosedurnya berbeda dengan RPH yang pertama. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Pertama, pequrban memilih hewan yang diminati. Setelah itu dilakukan tawar menawar harga.
b. Setelah harga disepakati, pequrban membayarnya kepada penjual dan juga harus membeli kupon upah potong sebesar 150 riyal.
c. Hewan yang sudah dipilih lalu langsung disembelih oleh petugas.
d. Petugas memberikan kupon untuk pengambilan jatah bagian hewan sembelihan kepada pequrban.
e. Di loket pengambilan jatah, kupon diserahkan dan pequrban memperoleh bagian hewan jatahnya.
f. Jatah daging tersebut dapat diberikan kepada kaum dhuafa yang sudah menunggu di luar RPH.

Hewan-hewan qurban yang telah disembelih kemudian ada yang langsung dibagikan ke orang miskin di Arab Saudi dan ada yang dikalengkan untuk kemudian dikirim ke daerah-daerah miskin di belahan dunia lainnya, termasuk juga daerah konflik. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, di mana hewan qurban dalam jumlah banyak disebarkan kepada mustahik di luar Arab Saudi.

Wallahu ‘alam.