Rabu, 16 Mei 2012

PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BAGI ANAK

Salah satu masalah lingkungan hidup yang harus kita hadapi adalah masalah kelestarian alam. Alam mengalami eksplotasi-lebih oleh manusia untuk berbagai kebutuhan sehingga mengalami kerusakan. Kerusakan alam akibat perilaku manusia telah terjadi bertahun-tahun, oleh karena itu perlu disiapkan generasi muda yang memahami dan mau serta mampu melakukan tindakan konservasi alam. Konservasi alam itu diperlukan demi kesejahteraan hidup mereka sendiri serta keturunan mereka saat kini dan masa mendatang. Salah satu tugas kita adalah mempersiapkan generasi muda konservasionis (conservasionist) melalui pendidikan lingkungan hidup dengan kekhususan konservasi alam atau pendidikan konservasi alam, karena kita perlu merubah kebiasaan manusia yang merusak alam menjadi manusia yang memanfaatkan alam secara lestari.  

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP 
Menurut Deklarasi Tbilisi, hasil konferensi UNESCO tahun 1977, pendidikan lingkungan hidup (PLH) adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan penduduk dunia yang sadar dan peduli akan lingkungan hidup dan masalah-masalah terkait dengannya, dan yang memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen dan ketrampilan untuk bekerja sendiri atau bekerjasama menyelesaikan masalah-masalah saat ini dan mencegah timbulnya masalah baru. PLH ditujukan kepada semua orang, tidak pandang usia, gender, golongan, ras/suku bangsa, agama. Masa kanak-kanak adalah usia dimana sifat-sifat yang penting seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab, kebersihan, ketekunan, dan kerjasama dapat dibentuk dan diperkuat. Jika anak-anak sadar akan lingkungan hidup mereka dan dilengkapi oleh pengetahuan dan keterampilan yang memadai, digabungkan dengan kecerdasan dan kemampuan komunikasi mereka, maka mereka dapat memainkan peran penting dalam mengkonservasi dan memelihara lingkungan. Bagi anak usia pra sekolah, pendidikan lingkungan haruslah sederhana, menyenangkan, dan terintegrasi terhadap kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mudah untuk mereka pahami. Pengalaman pertama adalah sesuatu yang penting bagi anak-anak untuk belajar dan memahami lingkungan hidup mereka dan ekosistemnya. Mereka harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan cara yang alami di dalam dan di luar sekolah untuk memperoleh pemahaman. Pada anak usia sekolah, pendidikan lingkungan harus memberikan aspek kognitif dan afektif sama baiknya dengan aspek psikomotor. Dalam pendidikan lingkungan, anak harus secara bertahap memperoleh pengalaman, pengetahuan, organisasi, disiplin dan kepercayaan diri melalui keterlibatan yang aktif dan efektif dengan dunia di sekitar mereka. Pendidikan di sekolah sangat strategis sebagai tempat untuk merencanakan dan melaksanakan pendidikan lingkungan hidup bermuatan nilai-nilai, pengetahuan dan pembiasaan perilaku tertentu yang positif dalam rangka memberikan kesadaran tentang pentingnya sikap dan perilaku untuk melestarikan lingkungannya. Proses PLH di sekolah secara intra dan ekstra-kurikuler dikemas sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan sosial peserta didik. Tantangannya adalah PLH sudah dijalankan di sekolah, tetapi di luar sekolah masih terus berlangsung proses yang berlawanan dengan PLH, hal ini akan membuat bingung si anak. PLH yang bertujuan pembentukan nilai-nilai, sikap dan perilaku positif akan berhasil jika hasil pendidikan ini telah mencapai kuantitas dan kualitas yang mampu mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengambil tindakan dan keputusan yang pro konservasi.  

PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM
Pendidikan Konservasi Alam (PKA) adalah bagian dari Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Landasan hukum pelaksanaan program PKA adalah Pasal 37 UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ayat (2), “Dalam mengembangkan peran serta rakyat …, Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan”.

a. Tujuan PKA Tujuan PKA berlandaskan UU No. 5/1990 dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah untuk mewujudkan individu yang memiliki keyakinan bahwa alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan semua ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia, individu tersebut juga memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dalam mengelola sumber daya alam dengan menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. PKA bagi anak bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang alam dan diri mereka, sehingga dapat membentuk sikap positif terhadap konservasi alam yaitu sikap yang pro-konservasi, sehingga mereka dapat melakukan tindakan yang menghindari terjadinya kerusakan alam dan pada akhirnya terjadi kelestarian alam.

b. Materi PKA Materi pelajaran dalam PKA adalah konservasi sumber daya alam (SDA) hayati dan ekosistemnya serta konservasi SDA non hayati. Kegiatan-kegiatan konservasi SDA meliputi perlindungan SDA, pengawetan SDA, dan pemanfaatan secara lestari SDA; dengan demikian materi PKA juga mencakup tiga kegiatan tersebut dengan segala permasalahannya. PKA membantu masyarakat dari berbagai umur untuk memahami dan mengapresiasi sumber daya alamnya dan belajar bagaimana untuk melestarikan sumber daya itu untuk generasi mendatang. Melalui pengalaman-pengalaman pendidikan yang terstruktur dan kegiatan-kegiatan ditujukan untuk kelompok-kelompok umur dan populasi yang berbeda, PKA memungkinkan masyarakat untuk menyadari bagaimana sumber daya alam dan ekosistem itu mempengaruhi satu sama lain dan bagaimana sumber daya itu dimanfaatkan secara bijaksana.

c. Metode pengajaran PKA PKA memiliki tujuan agar seseorang menjadi sadar bahwa ia adalah bagian dari alam, oleh karena itu perlu dilakukan dengan cara yang menarik dan langsung terkait dengan alam, disamping pengajaran tentang prinsip dan konsep tentang konservasi alam. Pendidikan lingkungan untuk anak, disamping menggunakan pendekatan eksperimen ilmiah dan metode audio-visual tradisional, harus mencakup beberapa cara yang tidak kentara untuk mempengaruhi karakter dan pemikiran mereka melalui kegiatan-kegiatan seperti menanam pohon dan bunga, membersihkan dan memperindah halaman sekolah dan kelas, dsbnya. Penggunaan metode pengajaran aktif seperti learning by doing dan learning by game yang dikombinasikan metode penyampaian materi adalah kombinasi metode yang menarik bagi anak-anak, karena merupakan suatu kelengkapan dari pencapaian tujuan pendidikan kognitif, afektif dan psikomotor.

d. Media pendidikan dalam PKA Untuk mencapai hasil yang optimal, diupayakan kegiatan belajar berlangsung dalam lingkungan yang sangat mirip dengan kondisi yang sebenarnya. Dengan adanya kata alam dalam PKA tentu saja membutuhkan media pendidikan seperti taman, kebun, hutan, sekitar sungai, sekitar pantai, dsbnya. Metode pengajaran yang sesuai untuk ke luar lingkungan sekolah ini adalah metode karyawisata (fieldtrip). Penggunaan media luar kelas (outdoor) akan semakin mempermudah pemahaman anak tentang prinsip dan konsep serta contoh-contoh yang mereka terima sebelumnya saat pengajaran di dalam ruang (indoor), selain itu juga dapat membangkitkan minat anak didik untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu yang baru. Disamping itu, aktivitas di luar ruang kelas ini pun akan meningkatkan keterampilan psikomotor anak dalam melestarikan alam.

e. Evaluasi PKA Evaluasi yang cermat adalah kunci untuk memberikan program dan materi pendidikan konservasi yang berkualitas tinggi. Tanpa evaluasi, kita tidak dapat memahami apa yang diselesaikan, apa yang dapat ditingkatkan dan apa yang kita dapat lakukan di masa mendatang. Obyek evaluasi PKA sesuai dengan tujuan PKA adalah kemampuan kognitif anak tentang ekosistem dan konservasi alam, komponen sikap (afektif) terhadap konservasi alam dan keterampilan psikomotor anak dalam aktivitas terkait konservasi alam. Evaluasi PKA yang dapat dilakukan adalah dengan tes melalui aktivitas keseharian mereka seperti melalui pengamatan penanaman pohon di sekitar mereka, problem solving test tentang kerusakan alam atau tindakan pelestarian alam di sekitar mereka, dan sebagainya.

Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 13 UU Sisdiknas yaitu jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya pelaksanaan Pendidikan Konservasi Alam (PKA). Pihak-pihak yang terkait PKA adalah pemangku kepentingan (stakeholders) PKA yaitu pemerintah, organisasi-organisasi non pemerintah dan perorangan yang peduli termasuk para orangtua; mereka dapat dan mampu saling membantu, memperkaya dan melengkapi demi masa depan generasi muda Indonesia. Pada jalur pendidikan formal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari guru kepada siswanya sesuai jenjang pendidikan yang sedang dijalaninya. Sedangkan pada jalur pendidikan nonformal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari pelatih atau instruktur kepada peserta didiknya. Pada jalur pendidikan informal terjadi transfer pengetahuan dan ketrampilan dari orangtua kepada anaknya, dimana orangtua tersebut telah mendapat pendidikan dari jalur formal atau dari jalur nonformal. Dengan demikian, pada tiga jalur pendidikan ini terjadi interaksi yang saling melengkapi dan memperkaya, sehingga tujuan PKA pun dapat tercapai. Dalam hal ini diperlukan komitmen (good will) dari pemerintah untuk mendukung dan memperkuat pelaksanaan PKA ini. Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah berkomitmen untuk melaksanakan PKA?

ALAM TAKAMBANG JADI GURU

Filosofi Alam Takambang Jadi Guru adalah filosofi yang berasal dari kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat. Filosofi yang menarik buat penulis yang bukan orang Minang karena makna yang terkandung di dalamnya. Filosofi ini bermakna bahwa salah satu sumber pendidikan dan pengetahuan dalam hidup manusia berasal dari alam semesta. Suku Minangkabau adalah sukubangsa di Indonesia yang berprinsip ’Adat basandi syara (syariah, hukum Islam), syara basandi kitabullah (Al Qur’an)’, yang menunjukkan bahwa sukubangsa Minang sangat menjunjung ajaran (syariah) Islam sebagai sendi-sendi kehidupannya. Dengan demikian, filosofinya pun berlandaskan ayat-ayat Al Qur’an. Firman Allah SWT dalam QS. Lukman ayat 20,”Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin...”. Begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan fenomena-fenomena alam semesta secara garis besar, tinggal bagaimana manusia menafsirkannya dengan ilmu yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya, dan apa manfaat penafsiran tersebut bagi mereka, akan menambah kadar keimanannya atau sebaliknya, menambah kesombongan dan keingkarannya. Di bidang ekologi, dikenal siklus hidrologi. Secara garis besar siklus ini digambarkan sebagai berikut: air hujan jatuh di mana-mana di permukaan bumi ini. Sebagian besar air hujan tersebut kemudian tertahan untuk sementara di tempat jatuhnya semula di atas tanah, sebagian diisap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Sebagian lainnya mencari jalan ke tempat yang lebih rendah, dan akhirnya sampai ke sungai yang disebut air larian (run-off). Ada pula yang meresap ke dalam tanah, yang disebut air tanah. Sebagian dari air tanah maupun air larian akan kembali ke atmosfer melalui penguapan (evapotranspirasi) dan transpirasi tumbuh-tumbuhan. Air permukaan dan air yang ada pada makhluk hidup menguap menjadi awan, yang apabila terkena udara dingin akan mengembun dan turun menjadi hujan. Siklus ini berlangsung terus menerus. Air selalu berada dalam siklus hidrologi sehingga relatif jumlahnya tetap. Ayat-ayat Al Qur’an yang terkait peristiwa hujan antara lain: 1. QS. Ibrahim ayat 32,”Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki bagimu...”. 2. An Nahl ayat 10,”Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.”. Ayat-ayat berisi tentang turunnya hujan dan kegunaannya bagi makhluk hidup dimaksudkan untuk difahami oleh manusia. Apakah manusia memperhatikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-harinya atau mengganggap fenomena alam adalah sesuatu yang lazim terjadi? Termasuk merugilah orang yang tidak memperhatikan fenomena alam dan mengkaitkannya dengan kebesaran Allah SWT serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Hikmah dari siklus hidrologi tersebut, salah satunya adalah semua mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan, air menguap menjadi uap air yang kemudian terbawa angin.....dst. Tidak mungkin air langsung naik ke langit kemudian langsung turun menjadi hujan, tanpa melalui proses penguapan. Salah satu contoh menarik lainnya adalah kisah Isaac Newton. Newton mendapatkan rumus tentang teori gravitasi dan sebuah apel yang jatuh dari pohon. Dikisahkan bahwa suatu hari Newton duduk dan belajar di bawah pohon apel. Suatu saat sebuah apel jatuh dari pohon tersebut. Dengan mengamati apel yang jatuh, Newton mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu kekuatan yang menarik apel tersebut jatuh ke bawah, dan kekuatan itu dikenal dengan nama gravitasi. Ini merupakan contoh bagaimana Newton belajar dan mendapat ide dari fenomena alam. Dapat dikatakan bahwa filosofi ”Alam takambang jadi guru” sebenarnya bukan filosofi kekhususan suku Minangkabau, tetapi merupakan filosofi umum yang seharusnya disadari oleh umat manusia, bahwa mereka sesungguhnya hanya menemukan (inventory) bukan menciptakan sesuatu. Dalam Al Qur’an banyak kalimat yang menyuruh manusia memikirkan makna dari fenomena alam yang ada di sekitarnya, kalimatnya antara lain berbunyi.”Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”, seperti pada QS An Nahl ayat 11. Kalimatullah inilah yang sesuai dengan filosofi ”Alam takambang menjadi guru”. Tinggal manusia sajalah yang mampu menangkap pesan tersebut atau tidak. Wal Allahu ’alam...