Masyarakat miskin dunia banyak yang hidupnya bergantung pada alam,
kadangkala mereka mengeksploitasi alam dengan cara yang tidak bijak membuat
alam rusak. Kerusakan alam akan membuat mereka menjadi lebih menderita dan
pilihan mata pencaharian mereka juga akan terus berkurang. Dalam menanggulangi
degradasi lingkungan, salah satunya dapat dilakukan melalui pemanfaatan jasa
lingkungan. Pengakuan terhadap jasa lingkungan bermakna ganda yaitu
perlindungan lingkungan dan pemberantasan kemiskinan. Perubahan struktur
pemberian insentif akan dapat mewujudkan perubahan perilaku supaya lebih
kondusif bagi penyediaan jasa lingkungan yang dimungkinkan dengan adanya
penegakan peraturan, pemberian imbalan yang seimbang, dan tekanan moral yang
berjalan seiring. Pemanfaatan jasa lingkungan ini melalui pembayaran (imbalan)
jasa lingkungan atau Payments for
Environmental Services (PES).
Pembayaran jasa lingkungan merupakan transaksi
sukarela untuk jasa lingkungan
yang telah didefinisikan secara jelas (atau penggunaan lahan yang dapat
menjamin jasa tersebut), dibeli oleh sedikit-dikitnya
seorang pembeli jasa lingkungan dari sedikit-dikitnya seorang penyedia jasa lingkungan, jika dan
hanya jika penyedia jasa lingkungan tersebut memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan menjamin penyediaan
jasa lingkungan. Hal ini sesuai dengan lima kriteria menurut Wunder (2007) yang
harus dipenuhi oleh rancangan pembayaran jasa lingkungan, yaitu:
(1)
Merupakan suatu
transaksi sukarela;
(2)
Jasa lingkungan
yang terdefinisikan dengan jelas untuk ditransaksikan;
(3)
Ada pembeli
(minimal satu);
(4)
Ada penjual
(minimal satu);
(5)
Jika dan hanya jika
penjual (penyedia jasa) mengamankan ketentuan-ketentuan jasa secara terus
menerus.
PJL dapat digambarkan dengan mengambil contoh perusahaan pembangkit listrik
tenaga air (PLTA) yang membayar masyarakat di hulu di daerah aliran sungai
(DAS)-nya untuk menjaga tutupan hutan. Pembayaran ini dapat membuat pengelolaan
DAS lebih baik, sehingga DAS dapat menyediakan jasa lingkungan yang lebih baik
dengan mengurangi erosi tanah dan mempertahankan kesinambungan penyediaan air.
Dengan cara ini, biaya operasional untuk mengeruk bendungan berkurang, dan
kemampuan untuk menghasilkan tenaga listrik pada musim kemarau bertambah.
Satu contoh program pembayaran jasa lingkungan di
Indonesia adalah jasa lingkungan pemanfaatan air yang dilakukan oleh PT.
Krakatau Tirta Industri (KTI).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau merupakan salah satu
DAS penting di Provinsi Banten dengan luas 22.620 hektar (ha) yang berada di
wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Dengan debit air rerata
mencapai 2.000 liter/detik, DAS Cidanau memegang peranan penting dalam
penyediaan sumber air baku untuk masyarakat dan industri Kota Cilegon, satu
kawasan industri strategis tidak saja untuk Provinsi Banten tetapi juga untuk
skala nasional. Dalam kawasan ini terdapat pula Cagar Alam Rawa Danau seluas 2.500
ha yang juga berfungsi sebagai reservoir DAS Cidanau dan merupakan hulu dari
Sungai Cidanau, sungai utama DAS Cidanau yang bermuara di Selat Sunda. Dalam
dua puluh tahun terakhir DAS Cidanau mengalami degradasi lingkungan yang tidak
saja mengancam eksistensi Cagar Alam Rawa Danau, tetapi juga pada keberlanjutan
ketersediaan dan kualitas air. Untuk mengatasi hal tersebut para pihak yang
terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau mencoba mengantisipasi
berbagai permasalahan secara terintegrasi (integrated
management) didasarkan pada konsep One
river, one plan and one management. Prinsip pengelolaan didasarkan pada
prinsip save it, study it and use it.
Upaya para pihak dimulai dengan menyepakati pembentukan Forum Komunikasi DAS
Cidanau (FKDC) dengan legalitas SK Gubernur Banten tertanggal 24 Mei 2002.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh FKDC untuk menahan
laju deforestasi yang dilakukan oleh masyarakat di hulu DAS adalah dengan
membangun hubungan hulu-hilir dengan mekanisme jasa lingkungan. Konsep dasar
dari jasa lingkungan yang sedang dibangun dan dikembangkan adalah pengguna jasa
lingkungan (buyer) membayar kepada
produsen jasa lingkungan (seller/provider)
atas jasa lingkungan yang digunakannya. Jenis jasa lingkungan DAS Cidanau yang
dijadikan dasar hubungan hulu-hilir adalah sumber daya air (water resources), dimana pemanfaat air
membayar kepada masyarakat yang memiliki peran dalam menjaga tata air DAS
Cidanau. Transaksi jasa lingkungan itulah yang diharapkan dapat menahan deforestasi
di lahan-lahan milik masyarakat (hutan rakyat), yang merupakan tutupan lahan
dominan di DAS Cidanau, dengan tanpa menghilangkan penghasilan masyarakat hulu.
Dalam implementasi konsep hubungan hulu-hilir dengan
mekanisme jasa lingkungan, PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) merupakan pioneer buyer jasa lingkungan DAS
Cidanau, yang dengan sukarela (voluntary)
membayar Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun
dengan masa perjanjian pembayaran jasa lingkungan selama lima tahun. Lokasi
model masyarakat yang menerima pembayaran jasa lingkungan di Desa Citaman
Kecamatan Ciomas dan Desa Cibojong Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang,
dengan jumlah pembayaran sebesar Rp. 1.200.000,-/ha dengan masa perjanjian
pembayaran jasa lingkungan selama lima) tahun, sedangkan kawasan yang mendapat
pembayaran jasa lingkungan masing-masing adalah seluas 25 ha. Lahan milik
masyarakat yang berhak atas pembayaran jasa lingkungan adalah lahan yang
ditanami pohon jenis kayu dan buah-buahan, dengan jumlah tidak kurang dari 500
batang. Selama dalam masa perjanjian masyarakat tidak boleh menebang tanaman
yang masuk dalam skema jasa lingkungan. Apabila ada anggota kelompok yang
melanggar ketentuan tersebut, maka seluruh anggota kelompok tidak akan menerima
pembayaran jasa lingkungan yang sudah jatuh tempo. Seluruh proses implementasi
dilakukan melalui negosiasi, baik dengan KTI maupun anggota kelompok di Desa
Citaman dan Desa Cibojong. Hasil dari negosiasi tersebut dituangkan menjadi
klausul-klausul dalam perjanjian pembayaran jasa lingkungan masing-masing
pihak.
Empat jenis jasa lingkungan yang sudah dikenal oleh
masyarakat global saat ini adalah:
(1)
jasa lingkungan
tata air,
(2)
jasa lingkungan
keanekaragaman hayati,
(3)
jasa lingkungan
penyerapan karbon, dan
(4)
jasa lingkungan
keindahan lanskap.
Namun demikian, program PJL yang banyak berhasil di
Indonesia adalah yang terkait dengan jasa lingkungan tata air. Sedangkan jenis
jasa lainnya belum banyak memberikan hasil yang nyata, contohnya jasa
lingkungan penyerapan karbon, melalui program REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation plus) yang belum dinikmati oleh masyarakat.
Salam
lestari!
1 komentar:
Jasa lingkungan saat ini sedang hangat dibicarkan. Namun sering membingungkan dalam kewenangan antar instansi (Kehutanan, KLH, PU, Pariwisata, Pemda)
Posting Komentar