Kamis, 01 Juli 2010

TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 2

Artikel ini lanjutan dari TIPS PRAKTIS UNTUK BERHAJI 1. Tips ini masih ada kaitannya dengan iklim tanah suci Makkah dan Madinah yang berbeda dengan iklim Indonesia.

2. PAKAIAN

Pakaian ihram untuk kaum lelaki adalah dua kain yang tidak berjahit. Warna kain umumnya putih. Saat ber-ihram, lelaki dilarang menggunakan pakaian dalam. Pakaian dalam meskipun tidak berjahit, tetapi memiliki sifat mengikuti bentuk tubuh, hal ini yang dilarang.
Berbeda dengan pakaian ihram untuk kaum perempuan. Pakaian ihram perempuan lebih bebas, yang harus terbuka adalah muka dan kedua telapak tangan, jadi seperti saat kita menutupi aurat untuk melaksanakan sholat. Warna pakaian bebas, boleh berwarna-warni. Pada prinsipnya pakaian perempuan tidak boleh ketat sehingga memperlihatkan bentuk tubuh.
Berdasarkan pengamatan saya, pakaian berwarna putih termasuk rawan tembus pandang. Oleh karena itu, pakaian putih harus diberi lapisan dalam (vooring) yang cukup tebal agar pakaian dalam tidak tampak. Disamping itu memang masih perlu menggunakan kaus dalam yang panjang dan celana/rok dalaman yang panjang. Oleh karena banyak lapisannya, hal ini cukup membuat yang bersangkutan menjadi kepanasan (gerah). Debu-debu di Makkah dan Madina itu sangat halus dan mudah menempel di pakaian. Pada saat perempuan berwudhu, kadangkala air wudhu menempel di pakaian, akibatnya debu-debu yang sudah menempel tersebut membentuk noda di pakaian. Noda-noda inilah yang membuat kita menjadi tidak nyaman akan kesucian pakaian kita untuk sholat dan memasuki mesjid. Pada saat pelaksanaan haji di ARMINA, kita tidak dapat leluasa berganti pakaian karena tak yang kita bawa hanyalah tas kecil dan untuk berganti pakaian pun tidak boleh sembarangan, karena kita tidur di tenda-tenda terbuka. Selain pakaian putih, pakaian berwarna gelap sangat diperlukan baik oleh perempuan dan lelaki.
Bagi jamaah lelaki yang ingin dapat mencium Hajar Aswad, saat tidak berpakaian ihram, lebih baik tidak menggunakan pakaian berkancing depan. Pada saat berdesakan dan berebut untuk mencium Hajar Aswad, adalah hal yang biasa untuk saling tarik menarik pakaian. Oleh karena itu, pakaian yang tidak berkancing akan lebih awet.
Terkait pakaian, pasti ada urusan cuci pakaian. Pada saat di maktab, kita dimungkinkan untuk mencuci pakaian kita sendiri. Oleh karena keringat di sana cepat menguap, jadi tidak perlu sering-sering kita berganti pakaian dan mencucinya. Khusus untuk kain ihram lelaki, tidak perlu mencuci sendiri kalau perlu bawa saja ke laundry. Di Makkah banyak dijumpai laundry di sekitar maktab jamaah haji. Sepasang kain ihram dikenakan biaya sekitar 6 riyal. Apa alasan kain ihram dicuci di laundry? Alasan utamanya adalah penghematan air, jangan sampai gara-gara semua jamaah lelaki mencuci kain ihramnya kemudian satu maktab dengan sekitar 1200 penghuninya kekurangan air bersih untuk kebutuhan pokoknya, yaitu wudhu, buang hajat dan mandi. Di samping keterbatasan air, juga keterbatasan tempat untuk menjemur kain ihram menjadi alasan kedua untuk tidak mencuci sendiri di maktab.


3. MAKAN-MINUM

Komentar yang boleh diutarakan terkait makanan dan minuman di tanah suci hanya ada dua, yaitu: Enak dan Enak Sekali. Jangan pernah mengeluarkan pernyataan “Tidak enak” terhadap makanan dan minuman yang kita terima. Percaya atau tidak, akibatnya orang tersebut akan merasakan makanan-minuman yang dihadapinya tersebut tidak enak terus menerus. Oleh karena itu, orang tersebut harus segera melaksanakan Sholat Taubat dua raka’at untuk mohon ampunan atas kesalahan dalam mencela makanan-minuman yang tersaji untuknya.
Makanan di Makkah-Madinah umumnya adalah makanan bangsa Arab yang banyak bumbu (spicy). Bagi jamaah yang peka alat pencernaannya, perlu berhati-hati dalam mencicip makanan yang tersedia di sana, disamping itu perlu mengukur banyaknya makanan yang masuk perut, agar tidak terlalu sering ke toilet, apalagi kedua masjid tersebut meskipun tersedia toilet, tetapi letaknya agak jauh dari masjid sehingga membutuhkan waktu untuk bolak baliknya. Saya informasikan bahwa jalan menuju toilet di mesjid-mesjid besar di Makkah dan Madinah banyak yang menggunakan tangga berjalan (escalator), oleh karena itu bagi jamaah perempuan yang belum terbiasa menggunakannya harus berhati-hati memperhatikan pakaiannya. Beberapa kali saya melihat jamaah dari India dan daerah sekitarnya yang mengalami kecelakaan akibat pakaian yang terjepit tangga berjalan sehingga mereka jatuh.

4. TAS

Jamaah haji Indonesia mendapat dua tas besar dari pemerintah dengan nama armada penerbangan masing-masing, yaitu satu koper besar dan satu tas jinjing. Dua tas itu yang boleh masuk ke pesawat, koper masuk bagasi dan tas jinjing yang dibawa ke kabin. Namun saat di Makkah dan Madinah kita perlu juga tas yang cukup besar untuk membawa keperluan kita ke masjid. Tas itu dapat berupa ransel atau tas jinjing/selempang. Tas tsb gunanya untuk membawa Al Qur’an, sajadah, mukenah dan plastik tempat sandal/sepatu. Al Qur’an yang kita bawa lebih baik yang dilengkapi terjemahan, sehingga saat di tanah suci pengetahuan dan pemahaman kita tentang isi Al Qur’an semakin banyak, insya Allah, sepulang kita ke tanah air keimanan kita akan bertambah tebal. Terkait alas kaki, saya mengalami kesulitan juga. Masjidil Haram dan Masjid Nabawi itu memiliki banyak pintu dan letaknya yang berjauhan, sehingga membuat kita bingung di mana letak pintu yang kita masuki tadi. Memang disediakan loker untuk meletakkan alas kaki, yang berarti kita harus menghafal di mana kita meletakkannya. Pada musim haji, jamaah yang datang ke tanah suci berjuta orang. Di dalam masjid pun dilakukan pengaturan shaf-shaf, yang dapat mengakibatkan kita bergeser jauh dari tempat awal kita. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan kita dengan posisi awal kita saat masuk ke dalam masjid. Dengan membawa alas kaki bersama kita, maka ruang gerak kita pun akan lebih leluasa, tanpa rasa bingung. Kemungkinan hilangnya alas kaki pun ada, apalagi saat pelaksanaan haji, di mana jutaan orang berkumpul di Masjidil Haram, sehingga alas kaki tertendang ke sana ke mari, lalu berakhir disapu oleh mesin penyapu, dan jamaah pun harus pulang tanpa alas kaki.

5. SAJADAH

Ukuran sajadah yang ideal adalah 100 cm x 50 cm. Ukuran tsb saya katakan ideal karena sudah mencukupi kebutuhan kita akan ruang untuk shalat tanpa harus mengurangi ruang orang lain serta mengikuti hukum syariah shalat berjamaah, yaitu tubuh harus rapat satu sama lain dan lurus, jangan ada ruang di antara dua orang. Fungsi sajadah di dua masjid ini, pertama adalah untuk menandakan posisi kita, di mana letak sujud kita. Penandaan posisi ini penting, berdasarkan pengalaman saya, jamaah haji dari India dan Turki sering nekad duduk di depan kita, jika kita tidak menandainya dengan sajadah. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam shalat, karena pasti shaf menjadi tidak lurus lagi. Fungsi kedua sajadah adalah untuk alas duduk saat kita menunggu waktu shalat. Lantai di dua masjid ini berupa marmer, sehingga terasa dingin di tubuh. Duduk berjam-jam di lantai marmer dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta dapat masuk angin.

Sekian dulu, semoga tulisan ini bermanfaat. Wal allaahu ‘alam.

Tidak ada komentar: