Senin, 02 Februari 2009

NO FISHERWOMAN??


Kita sudah mengenal istilah dalam bahasa Inggris untuk nelayan adalah fisherman. Fisherman adalah nelayan yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Definisi nelayan dalam UU RI no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.


Saat saya melakukan penelitian untuk S3 di tahun 2006, saya menjumpai perempuan yang juga melakukan penangkapan ikan. Perempuan tersebut memang bermatapencaharian sebagai nelayan. Namun demikian perempuan tersebut belum diakui, secara de jure, sebagai nelayan perempuan (fisherwoman), karena tidak dianggap umum seorang perempuan bermatapencaharian sebagai nelayan. Mereka masih dianggap sebagai perempuan nelayan, yaitu perempuan dari keluarga nelayan, entah sebagai anak atau istri dari nelayan.


Pengakuan (recognition) ini terkait erat dengan berbagai proses dalam pembangunan seperti penyuluhan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Nelayan perempuan ini tersisihkan, apalagi mereka hanya dianggap sebagai bidak atau anak buah kapal (ABK) saja. Demikian halnya dengan bidak (ABK) lelaki yang juga tersisihkan dari proses pengambilan keputusan, tetapi bidak lelaki masih diakui keberadaannya dan masih memiliki akses (kesempatan) dalam acara penyuluhan atau sosialisasi di bidang perikanan lainnya.


Dalam rangka keadilan dan kesetaraan gender di bidang perikanan, saya masih harus berjuang untuk mempopulerkan istilah nelayan perempuan (fisherwoman). Saya ingin nelayan perempuan tersebut memiliki akses, kontrol, partisipasi dan dapat menikmati manfaat yang sama dengan nelayan lelaki lainnya, tentu saja sesuai kedudukannya di usaha perikanan tersebut, yaitu sebagai nahkoda atau ABK. Nelayan perempuan tersebut sudah berusaha di lapangan, secara de facto, tetapi pengakuan tersebut belum ada karena dianggap mereka hanya pekerja temporer saja. Temporer atau permanen, tetap saja perempuan tersebut melakukan pekerjaan yang sama saat di perahu atau kapal dengan nelayan lelaki lainnya. Lelaki pun banyak yang bekerja secara temporer sebagai bidak, khususnya di musim panen ikan, karena di musim paceklik mereka mencari nafkah di luar bidang perikanan, tetapi mereka dianggap sebagai nelayan, entah sebagai pekerjaan pokok atau sampingan. Berbeda dengan perempuan, pengakuan tersebut tetap tidak mereka peroleh. Mari kita perjuangkan bersama!!!

Tidak ada komentar: