Senin, 26 Desember 2011

HARI IBU BUKAN MOTHER’S DAY (Peran Media Massa)

Pada setiap tanggal 22 Desember bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Hari Ibu di Indonesia sebenarnya bukan Mother’s Day seperti yang umum dilaksanakan oleh bangsa barat, karena penetapan Hari Ibu tersebut berdasarkan sejarah pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia Pertama, yaitu tanggal 22 Desember 1928. Tanggal 22 Desember 1928telah dianggap sebagai tonggak keterlibatan perempuan untuk menuntut hak-hak sebagai perempuan di jaman penjajahan Belanda. Penetapan Hari Ibu merupakan hasil keputusan dalam Kongres Perempuan Indonesia V pada tahun 1938 yakni bahwa tanggal 22 Desember diperingati sebagai “Hari Ibu” dengan arti seperti yang dimaksud dalam keputusan Kongres Perempuan Indonesia IV tahun 1935. Arti yang dimaksud Kongres tahun 1935 adalah perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”, yaitu agar ibu mendidik putra-putri untuk memiliki nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan.

Namun dengan perjalanan waktu, terjadi pergeseran makna dari peringatan tanggal 22 Desember tersebut, yang semula untuk memperingati gerakan perempuan Indonesia di sektor publik menjadi penghargaan peran ibu di sektor domestik. Bahkan Ibu Ani Yudhoyono di depan peserta Seminar Perempuan ASEAN tentang Kewirausahaan Ramah Lingkungan pada tanggal 16 November 2011 di Bali menegaskan bahwa makna Hari Ibu di Indonesia bertolakbelakang dengan Mother’s Day di negara-negara lain.

Pergeseran makna ini merupakan suatu kemunduran bagi kaum perempuan Indonesia, seolah-olah hanya peran dan status ibu saja yang paling penting bagi seorang perempuan, bukan sebagai individu perempuan. Istilah ibu yang digunakan dalam hal ini berarti status dari seorang perempuan yang mempunyai anak (mother), sehingga perempuan yang belum mempunyai anak belum dapat disebut seorang ibu, dan tidak semua perempuan dapat menjadi istri dan ibu. Padahal dalam Al Qur’an banyak disebut kata-kata seperti muslimah (perempuan muslim), mukminat (perempuan mukmin), shalihah (perempuan saleh) dsb-nya, kata-kata tersebut merupakan pengakuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap manusia berjenis kelamin perempuan.

Pihak yang paling berperan dalam mengubah opini publik ini adalah media massa. Media massa baik cetak maupun elektronik gencar menghadirkan berita maupun opini yang mencitrakan bahwa Hari Ibu di Indonesia adalah sama dengan Mother’s Day di mancanegara. Contohnya dalam acara-acara televisi, selalu ada ucapan-ucapan terima kasih atau berbagai bentuk perhatian dari seorang anak kepada ibu kandungnya. Penggiringan opini oleh media massa ini seolah-olah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak berani dan siap tampil beda dengan negara-negara maju lainya, seolah-olah dengan perilaku yang sama berarti bangsa Indonesia termasuk negara maju pula. Padahal dari segi kesetaraan gender, bangsa Indonesia dapat digolongkan lebih maju dari negara-negara lain di dunia. Peringatan Hari Ibu termasuk pengakuan bahwa perempuan Indonesia pada jaman sebelum kemerdekaan (antara tahun 1928-1938) sudah mampu beraktivitas dan berorganisasi di ranah publik, bukan sekedar beraktivitas di ranah domestik sebagai istri dan ibu saja. Sudah sewajarnya kaum perempuan Indonesia saat ini bangga dengan prestasi tersebut dan selalu berjuang untuk meneruskan program-program dari Kongres Perempuan yang belum selesai. Program-program tersebut antara lain penjualan perempuan (trackfikking), kekerasan dalam rumahtangga (KDRT), pernikahan siri (tanpa pencatatan hukum negara). Mari kita kembalikan Hari Ibu ke tujuan awalnya yaitu menjadi Ibu Bangsa yang ikut berperan mendidik generasi muda yang patriotis dan nasionalis, karena bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah dengan kepribadian generasi muda yang non nasionalis dan kurang peduli kepada perkembangan negara dan bangsa Indonesia.
Merdeka!!

1 komentar:

Amelia mengatakan...

Keren Bu Murni!!! Merdeka!