Minggu, 18 Desember 2011

TOLERANSI

Istilah toleransi dapat memiliki arti yang berbeda-beda, tergantung konteks dimana istilah tersebut digunakan. Dalam tulisan ini, akan dibahas dari tiga bidang yaitu toleransi ditinjau dari biologi-ekologi, psikologi dan agama (religi).

Toleransi ditinjau dari konteks biologi-ekologi berarti adalah bicara tentang batas toleransi dari organisme adalah suatu kisaran kondisi tertentu yang masih memungkinkan organisme dapat hidup dan mengadakan reproduksi.

Toleransi di bidang psikologi lebih dikenal dengan daerah terima seseorang terhadap situasi psikologi tertentu atau kemampuan untuk memikul beban/kesukaran.

Toleransi agama lain lagi, yakni kemampuan seorang menerima adanya perbedaan keyakinan orang lain tanpa harus mengganggu akidah atau keyakinan orang tersebut.

Toleransi ini mengenal luas-sempitnya daerah terima. Dalam biologi-ekologi, biota (makhluk hidup) yang memiliki daerah toleransi tinggi atau luas berarti dia mampu hidup dalam kondisi yang beragam, misal pakannya beragam sehingga tidak tergantung pada jenis pakan tertentu. Satu contoh jenis hewan yang memiliki daerah toleransi rendah atau sempit adalah panda yang hanya makan sejenis bambu tertentu yang hidup di wilayah Cina, jadi panda tidak mampu tinggal bebas di tempat lain.

Dalam hal psikologi, daerah terima yang luas berarti individu tersebut mampu mengendalikan emosi dan perilakunya saat mendapat tekanan yang bermacam-macam. Pada manusia daerah terima ini bersifat relatif, tidak permanen. Misal, pada saat individu tersebut sedang senang hatinya, lebih kuat menahan tekanan yang bertubi-tubi sehingga tidak mudah marah; sebaliknya saat individu tersebut sedang menghadapi masalah yang banyak akan mudah marah jika mendapat tekanan tambahan.

Toleransi agama berbeda lagi. Ini adalah isu yang sensitif dan mudah digunakan untuk memanipulasi orang lain. Toleransi beragama bukan kompromi dalam beribadah atau akidah. Muslim mengacu kepada surat Al Qur’an (QS) Al Kafiirun ayat 6: Lakum diinukum wa liyadiin (Bagimu agamamu, bagiku agamaku). Dalam pergaulan sosial (muamalah), muslim melakukan interaksi sosial dengan umat agama lainnya dengan cara baik. Dalam urusan ibadah, muslim tidak boleh mencampuradukkan ajarannya dengan ajaran orang lain; agama itu bukan massakan gado-gado, ke dalam masakan tersebut dapat dimasukkan beraneka sayuran. Jangan dengan dalih toleransi agama, muslim mengurangi aturan atau kapasitas ibadahnya demi menyamai agama lain atau mengurangi perbedaan-perbedaan, itu berarti kompromi yang tidak pada tempatnya. Memiliki toleransi agama yang tinggi (luas) berarti mudah bergaul tanpa mengorbankan akidahnya; sebaliknya, toleransi yang rendah (sempit) berarti tidak mampu atau sulit bergaul dengan penganut agama lain,inilah yang menimbulkan fobia-fobia agama.
Walallahu ‘alam.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

mb'saya mau cari referensi tentang toleransi dalam kajian psikologi... makasih sebelumnya.

Unknown mengatakan...

mb' saya mau cari referensi tentang toleransiberagama dalam kajian psikologi...
makasih sebelumnya.