Jumat, 16 Desember 2011

PLURALITAS DAN PLURALISME AGAMA

Indonesia adalah negara mega biodiversitas, karena Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati nomer dua di dunia, di bawah Brazil. Begitu banyak jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di Indonesia, dari yang berukuran mikroorganisme hingga yang berukuran makroorganisme seperti gajah, badak, komodo, bunga bangkai, bunga rafflesia serta berbagai jenis pepohonan.

Selain memiliki biodiversitas yang luar biasa, Indonesia juga memiliki pluralitas agama. Beragam agama yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Kong Hu Chu. Pada umumnya penganut agama-agama yang berbeda tersebut hidup berdampingan dengan damai. Memang ada kasus-kasus tertentu yang menyebabkan terjadinya konflik antara penganut agama yang berbeda. Penyebab konflik itu pun bermacam-macam, mulai dari penyebaran agama kepada penganut agama lainnya (sebenarnya sudah ada pengaturan untuk melarang hal ini) hingga perebutan kekuasaan yang ditutupi oleh perbedaan agama (istilahnya ada udang di balik tepung). Sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak banyak bermasalah dengan perbedaan agama di antara mereka, tidak ada masalah Islamophobia, Nasraniphobia, dsbnya, seperti yang terjadi di negara-negara barat. Namun adanya ‘hidden agenda’ dari negara-negara di luar Indonesia, maka isu-isu agama dimanfaatkan untuk mengacaukan kerukunan antar penganut agama yang berbeda di Indonesia, karena di Indonesia masih banyak penduduk yang taat beragama dengan menjalankan perintah-perintah agamanya. Salah satu penyebab Indonesia dibuat kacau adalah karena kekayaan sumberdaya alamnya, baik yang hayati maupun yang non hayati. Suatu bangsa yang rukun dan cerdas ibarat sapu lidi yang kokoh, jika digunakan untuk memukul akan mengakibatkan efek yang menyakitkan. Berbeda dengan bangsa yang tercerai berai, seperti satu batang lidi, jika digunakan untuk memukul tidak akan memberikan efek apapun; tercerai berai ini pun akibat kebodohan mereka sendiri sehingga mudah diadu-domba.

Satu bentuk cara untuk mewujudkan ‘hidden agenda’ atau rencana tersembunyi tersebut adalah dengan menularkan virus-virus sekularisme-pluralisme-liberalisme (sepilis) agama. Dengan virus sepilis tersebut, diharapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mudah dikendalikan oleh bangsa lain. Salah satu yang menakutkan bagi bangsa-bangsa yang tidak menganut agama Islam adalah ke-tauhid-an umat Islam yaitu hanya takut dan bergantung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ke-tauhid-an ini menyebabkan muslimin tidak takut terhadap ancaman pihak lain serta menggantungkan hidup matinya kepada Allah semata, akibatnya tidak mudah dikendalikan dan diintimidasi oleh orang lain. Perang kemerdekaan Indonesia banyak didorong oleh ke-tauhid-an ini seperti perang Diponegoro, perang Aceh, perang Paderi, perang gerilya Jenderal Sudirman, dll.

Kita mulai dengan menyamakan persepsi atau pengertian tentang konsep pluralitas dan pluralisme agama. Penulis beberapa kali mendengar dan membaca tentang pendapat atau ucapan para petinggi atau orang terkemuka di Indonesia yang menyebutkan keberagaman (pluralitas) agama di Indonesia dengan istilah Pluralisme Agama. Entah karena mereka tidak (mau) tahu atau tidak mau belajar atau hendak menyamai penggunaan istilah oleh petinggi dunia lainnya, seperti Presiden Amerika Serikat, Barack Husein Obama yang selalu menggunakan istilah pluralisme agama. Wajar jika Presiden Obama menyebutkan pluralisme agama, karena memang dari Amerika Serikat-lah pluralisme agama ini muncul. Sesuatu istilah dengan akhiran –isme berarti suatu faham atau ajaran. Berbeda dengan istilah yang berakhiran –tas, seperti diversitas, pluralitas, dapat berarti beranekaragam. Kerancuan penggunaan istilah pluralitas dan pluralisme ini tampaknya memang disengaja, jadi sudah menjadi salah satu bagian dari ‘hidden agenda’ tersebut, untuk kelak membuat orang lain bingung dan salah mengambil langkah. Penetrasi istilah ini dilakukan dengan cara perlahan-lahan, seperti meneteskan air ke atas batu yang kelak akan hancur pula, dengan demikian akan terjadi kerusakan yang sulit untuk diperbaiki lagi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang pluralitas dan pluralisme agama ini. Keputusan Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama. Definisi pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Sedangkan definisi pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

Dari percakapan penulis dengan kawan non muslim dan berbagai buku, ternyata non muslim pun meyakini bahwa agama mereka adalah yang terbenar, seperti halnya muslimin meyakini bahwa Islam adalah agama yang paling benar serta diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (dalam QS AL Ma-idah [5]:3). Sikap yang eklusif terhadap agama yang dianut adalah suatu yang haq (benar), akibatnya umat tersebut akan berusaha untuk taat terhadap Tuhan dan ajarannya. Sebaliknya, sikap yang inklusif seperti pluralisme itu akan mengakibatkan seseorang menjadi ragu atas agamanya dan akhirnya berujung pada sekularisme, sikap ini bersifat bathil (salah/terlarang). Pluralisme pada akhirnya akan menjadi agama baru di dunia ini, dan diharapkan menjadi agama satu-satunya. Ternyata tidak hanya di bidang perekonomian saja dikenal istilah monopoli usaha, di bidang keagamaan pun akan dikenal monopoli agama yaitu pluralisme.

Penulis membuat tulisan ini karena kuatir dengan gerakan-gerakan yang telah dilakukan oleh berbagai pihak (pendukung sepilis, juga non muslim yang mendompleng mereka) untuk melemahkan ketaatan kaum muslimin yang mulai sadar akan akidahnya. Muslimin Indonesia yang mulai melek agama dan taat beragama sudah bukan monopoli golongan tradisional santri saja, tetapi sudah meluas ke kalangan ilmuwan umum. Basis cendekiawan muslim Indonesia bukan monopoli lulusan perguruan tinggi Agama Islam saja, tetapi banyak yang merupakan lulusan perguruan tinggi umum. Sesungguhnya, inilah yang ditakuti oleh kalangan pluralis-liberal karena kalangan muslim yang cerdas ini mampu berbuat lebih banyak dan rasional dibandingkan kalangan yang taqlid buta tanpa mau belajar atau menggali agama Islam sesuai tuntunan Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Apapun juga yang perlu kita waspadai adalah media massa dan dunia hiburan yang merupakan alat utama untuk penetrasi virus sepilis di Indonesia. Bagi kita, ini merupakan lahan jihad kita untuk menegakkan kebenaran agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membendung meluasnya ajaran sepilis secara cerdas. Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar: