Selasa, 22 Desember 2009

SIRAH NABAWIYAH 3 tentang Nabi sebagai arsitek kota Madinah

Tulisan ini merupakan sedikit cuplikan dari tulisan Prof.Dr. Husein Mu’nis yang berjudul “Al-Sirah Al-Nabawiyah. Upaya reformasi sejarah perjuangan Nabi Muhammad s.a.w” yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Adigna Media Utama. Jakarta, tahun terbit cetakan pertama adalah 1999. Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan Sirah Nabawiyah 2 tentang Nabi sebagai agen perubahan.

Muhammad s.a.w membangun kota Madinah sebagai satu kesatuan negeri yang terdiri dari oase-oase yang selama bertahun-tahun saling berjauhan dan penduduknya saling bermusuhan. Oleh karena yang menjadikan Madinah sebagai ‘kota’ adalah Rasulullah maka dinamakan Madinatu-rasulillah atas jasa-jasa dan jerih payah beliau mengalihkan gugusan bukit-bukit Madinah menjadi pusat kegiatan sosio-kultural, sosio-politik dan militer.

Mula-mula Rasulullah mendirikan Masjid yang berfungsi ganda; sebagai tempat ibadah dan juga sebagai pusat kegiatan politik. Salah satu sudut masjid dijadikan sebagai kediaman beliau.

Rasulullah memandang perlu dibangun jalan yang menghubungkan masjid dengan Bukit Sal’a di sebelah barat dan terealisasi dengan baik. Beliau tidak sekedar memerintah pembangunan tersebut tetapi beliau juga ikut bekerja.

Di sebelah timur terdapat sebidang tanah kosong yang ditumbuhi rerumputan berduri. Setelah diratakan, Rasulullah menjadikan lahan tersebut menjadi tempat pemakaman umum. Kemudian dibangun jalan yang menghubungkannya dengan masjid. Dengan demikian telah terbangun dua jalan utama yang memanjang dari timur ke barat.

Selanjutnya dibangun lagi jalan utama yang menghubungkan Quba di sebelah selatan dan oase Suneh di sebelah utara. Tatkala penduduk membangun rumah di sepanjang dua sisi jalan-jalan utama tersebut, Madinah mulai menampakkan diri sebagai suatu kota yang tertata rapih.

Dalam perjanjian sebelumnya disepakati bahwa Rasulullah berhak sepenuhnya atas setiap tanah kosong di Madinah. Oleh karena itu, beliau membagi-bagikan tanah kepada sahabat yang membutuhkan dengan syarat harus membangun rumah atau menggarapnya sebagai lahan pertanian atau peternakan. Dengan mengfungsionalkan tanah-tanah kosong, maka antara satu oase dengan lainnya sudah saling bersambung.

Rasulullah menghargai tata kota yang baik. Ketika nyata bahwa salah satu jalan utama melintasi telaga Muzainab dan menghambat kelancaran lalu lintas Madinah, maka beliau memerintahkan pembangunan jembatan di atasnya.

Rasulullah menyenangi kebersihan. Beliau tidak segan untuk turun tangan membersihkan lingkungannya dari kotoran dan sampah. Kediaman Rasulullah sendiri adalah lambang kebersihan. Komentar beliau,”Beginilah cara hidup muslim yang sejati. Jangan biarkan kotoran bertebaran di sekitarmu”.

Dalam masyarakat Madinah tidak dibenarkan ada pengangguran. Rasulullah sangat tidak senang kepada orang-orang pemalas bahkan benci kepada pengemis kecuali jika benar-benar tidak mampu bekerja karena cacat tubuh. Beliau menpersyaratkan agar para pengemis tidak berseliweran di tempat-tempat umum, biar masyarakatlah yang mengantarkan makanan kepada mereka.

Komentar penulis
Saat saya mengunjungi kota Madinah, saya mengakui kerapian tata kota tersebut, apalagi dibandingkan dengan kota Makkah. Saya salut kepada Rasulullah s.a.w yang telah meletakkan dasar-dasar tata kota yang teratur dan saya pun mengakui kejeniusan beliau sebagai seorang manusia dalam konteks pembangunan perkotaan.
Wal Allahu ‘alam.

Tidak ada komentar: